Jaga Perasaan Rakyat, Khalifah Umar bin Khattab Sang Kaya Raya Tidur Beralaskan Tikar
Cari Berita

Advertisement

Jaga Perasaan Rakyat, Khalifah Umar bin Khattab Sang Kaya Raya Tidur Beralaskan Tikar

Selasa, 20 April 2021


SIAPA yang tak tahu Umar bin Khattab? Selain dikenal sebagai khalifah, ia juga dikenal sebagai sahabat Rasul yang kaya raya. Namun, sepanjang hidupnya ia tak pernah memamerkan kekayaannya maupun hidup dalam kemewahan.


Justru, sebaliknya ia begitu sederhana, tidur siangnya bahkan hanya beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma, dan dia hampir tidak pernah makan sampai kenyang. Umar punya alasan sendiri. Prinsip hidup sederhana yang ia pegang semata-mata untuk menjaga perasaan rakyat yang ia pimpin.


Selain itu, ia paham betul hakikat harta yang diajarkan dalam Islam. Kesederhanaannya itu tercermin dalam beberapa kisah yang bisa diteladani bersama di bawah ini.


Suatu saat, Umar terlambat hadir untuk menyampaikan khutbah salat Jumat. Ketika hendak naik mimbar, Umar menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatannya kepada para jamaah.


Ternyata, keterlambatannya tadi karena ia habis disibukkan menjahit satu-satunya pakaian yang ia miliki. Padahal, saat itu ia sudah menjabat sebagai khalifah, bisa saja ia membeli baju bagus yang baru, namun Umar memilih tetap memakai pakaian yang masih bisa ia pakai.


Pakaiannya bukan berbahan mahal, hanya kain sederhana yang bahkan dipenuhi dua belas tambalan, yang salah satu tambalannya itu ditambal dengan kain kulit berwarna merah.


Umar bin Khattab juga mengajarkan prinsip kesederhanaannya itu kepada keluarganya. Umar langsung menegur anggota keluarganya yang hidup dalam kemewahan, ia takut salah satu dari orang yang dicintainya kena fitnah karena harta kekayaan.


Salah satu anak Umar bernama Abdullah bin Umar sempat menggunakan pakaian dan alas kaki yang terbilang mewah saat masih kecil. Umar langsung menghampiri dan memukul ringan Abdullah hingga menangis.


Putri Umar, Hafshah yang melihat hal tersebut langsung bertanya. "Wahai ayah, mengapa engkau memukulnya?"


"Abdullah tampak kagum dengan apa yang dipakainya. Aku menginginkan anak-anakku jauh dari sikap sombong," jawab Umar. Sebegitunya Umar mendidik keluarganya agar jauh dari sifat sombong.


Ia juga begitu berhati-hati dalam memberi nafkah keluarganya. Meski begitu, bukan berarti Umar mengajarkan keluarganya pelit pada diri sendiri. Ia juga tak mau keluarganya sampai kekurangan gizi, hidup dengan tidak layak.


Suatu ketika, Umar melihat seorang anak perempuan yang berpenampilan lusuh, kurus, dan lemah. Umar kemudian bertanya, "Anak siapa ini?"


Abdullah dewasa menjawab. "Dia adalah salah satu putrimu," kata Abdullah.


Umar bertanya lagi, "Putriku yang mana?"


"Putriku," kata Abdullah.


Umar bin Khattab heran dan kembali bertanya. "Apa yang membuatnya kurus dan lemah seperti ini?"


"Ini akibat dari perbuatanmu. Engkau terlalu keras dalam memberi nafkah," kata Abdullah.


Lantas Umar pun meluruskan pandangan Abdullah tentang prinsip hidup sederhana yang ia ajarkan selama ini.


"Demi Allah, aku tidak ingin memberi makan anakmu dengan cara yang salah. Berikanlah nafkah yang baik untuk anakmu ini!" seru Umar.


Kisah lainnya, saat Umar diundang ke Yerusalem. Saking sederhananya, sampai warga di sana sempat terkecoh dibuat Umar.


Dari Madinah, Umar hanya ditemani oleh seorang pembantunya. Mereka berdua mengendarai seekor unta secara bergantian.


Saat memasuki Yerusalem giliran Umar yang kebagian jatah memegang tali kekang Unta, sementara sang pembantu naik di punggung Unta.


"Wahai Amirul Mukminin, biarlah saya yang memegang tali Unta, Tuan seharusnya yang naik di punggung Unta," kata sang pembantu seperti dikutip dari buku, The Khalifah karya Abdul Latip Talib.


Namun, Umar menolak karena sesuai kesepakatan mereka berdua, kebetulan saat masuk wilayah Yerusalem giliran sang pembantu yang naik di punggung unta. Warga Yerusalem pun mengira bahwa yang berada di atas unta tersebut adalah Khalifah Umar bin Khattab, sementara laki-laki berbaju tambalan yang menarik unta itu adalah pembantunya.


Padahal justru laki-laki berbaju tambalan itulah Khalifah Umar bin Khattab. Kesederhanaan juga ditanamkan Umar kepada pasukan Islam waktu itu. Maka ketika dia melihat tentara Islam mengenakan baju dan mewah saat berhasil merebut kembali Baitul Maqdis, Umar sempat marah.


"Aku lihat kalian telah berubah karena telah terpengaruh kemewahan. Aku berhentikan kalian karena karena bermewah-mewah dengan pakaian. Sesungguhnya, untuk mencapai keberhasilan hanya bisa dilakukan dengan mengikuti sunah Rasulullah," kata Umar kepada pasukannya.


Namun rupanya pasukan Umar mempunyai alasan menggunakan pakaian tersebut saat itu.


"Kami memakai pakaian ini karena dapat menahan tikaman senjata musuh. Karena itulah kami selalu memakainya," kata mereka kepada Khalifah Umar bin Khattab.


Umar bin Khattab pun tak jadi marah. Dia mengizinkan pasukannya tetap menggunakan pakaian tersebut.


Namun, sang Amirul Mukminin yang mendapat julukan Al Faruq dari Rasulullah SAW itu tetap milih menjadi khalifah yang sederhana. Hingga wafatnya pada 27 Dzulhijjah tahun 23 hijriyah atau 644 Masehi, Umar tak menumpuk harta kekayaan.


Kekayaan Umar bin Khattab


Ketika meninggal, Umar bin Khattab meninggalkan sebanyak 70.000 ladang yang rata-rata bernilai Rp 160 juta (perkiraan dalam rupiah). Dengan kata lain, Umar meninggalkan warisan sebesar Rp 11,2 triliun.


Setiap tahun, rata-rata lahan pertaniannya saat itu menghasilkan Rp 40 juta, artinya penghasilan Umar dari pertanian saja mencapai Rp 2,8 triliun per tahun atau Rp 233 miliar per bulan.


Selain pertanian, Umar juga memiliki 70.000 properti. Ia selalu berpesan kepada para pejabatnya agar tidak menghabiskan gajinya untuk konsumsi. Akan tetapi, dialihkan untuk membeli properti, agar uang mereka tidak habis hanya untuk dimakan.


Rata-rata harta umar digunakan untuk kepentingan dakwah dan ummah. Tidak sedikit pun uangnya dipakai untuk membuat dan menggunakannya untuk sesuatu yang mewah dan boros.


Sampai-sampai, Utsman bin Affan pernah memuji Umar menjelang akhir masa kepemimpinannya. "Memang sikapmu sangat memberatkan siapapun khalifah penerusmu nanti," katanya.


Sebab, menurut Usman saat itu, sulit bagi siapapun untuk meniru prinsip sederhana yang diterapkan Umar.


Masya Allah, semoga kita bisa jadi umat yang kaya namun sederhana seperti Umar bin Khattab ya! ***