Pemerintah Hentikan Izin Kelola Baru Hutan Primer dan Gambut
Cari Berita

Advertisement

Pemerintah Hentikan Izin Kelola Baru Hutan Primer dan Gambut

Kamis, 08 Agustus 2019


BATAM, PARASRIAU.COM - Pemerintah menghentikan pemberian izin pengelolaan baru di hutan wilayah primer dan lahan gambut. Penghentian pemberian izin ini diatur melalui Instruksi Presidententang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

Instruksi Presiden (Inpres) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (5/8)merupakan pembaharuan dari Inpres Nomor 6 Tahun 2017 dan mencakup perubahan dari urusan penundaan menjadi penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.

"Kemarin tanda tangannya. Tapi kan masih ada proses administrasinya, salinan, penomoran, pengundangan," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya usai menghadiri puncak peringatan Hari Konservasi Alam Nasional 2019 di Taman Wisata Alam Muka Kuning, Batam, Rabu (7/8).

Kebijakan tentang penghentian pemberian izin kelola baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, menurut dia, ditetapkan setelah pemantauan menerus perkembangan dan evaluasi pelaksanaan Inpres Nomor 10 Tahun 2011 sampai Inpres Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

Areal penundaan pemberian izin tersebut digambarkan secara spasial dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) yang diperbarui setiap enam bulan sekali.

Menurut Siti, penerapan Inpres telah berlangsung selama delapan tahun dengan 15 kali pembaruan. "Kalau kita lihat maka sudah berlangsung penundaan izin dengan empat kali Inpres, yaitu 10/2011, 6/2013, 8/2015 dan 6/2017".

Telaah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap data serianalisis luas areal penundaan pemberian izin baru menunjukkan bahwa luas areal PIPPIB sudah agak konstan di angka sekitar 66 juta hektare.

Selain itu, menurut Siti, luas deforestasi dalam areal penundaan menurun signifikan (penurunan ditambah 38 persen) dan tata kelola hutan alam primer sudah lebih baik dengan indikasi luas PIPPIB yang tetap, angka deforestasi menurun,dan adanya perubahan dalam rencana pengusahaan hutan tanpa mengganggu jalannya produktivitas.

Siti mengatakan, pemerintah telah banyak menerbitkan peraturan untuk menjaga tata kelola lahan gambut dan penegakan hukum terkait lingkungan hidup dan kehutanan sudah berjalan baik.

Wilayah penghentian pemberian izin baru menjadi potensi pembayaran berdasarkan hasil dalam skema pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan REDD+ sejalan dengan penerapan kebijakan pemberian insentif pengendalian perubahan iklim sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang InstrumenEkonomi Lingkungan.

Wilayah penghentian pemberian izin kelola baru juga menjadi target pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia dari sektor kehutanan.

Siti mengatakan bahwa penetapan regulasi terkait hutan primer vegetasi alam yang lebat dan lahan gambut hanyalah konfirmasi karena sebenarnya sudah dijalankan, artinya memang tidak ada lagi pemberian izin kelola di kawasan tersebut.

Inpres baru yang telah ditandatangani oleh Presiden antara lainmemerintahkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri ATR/BPN, Menteri Pertanian dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kepala Badan Informasi Geospasial, Gubernur dan Bupati/Wali Kota untuk secara umum tidak lagi memberikan izin kelola baru di area PIPPIB.

Inpres juga meliputi perintah untuk melakukan penyempurnaan kebijakan tata kelola izin usaha, pengelolaan lahan kritis, serta penggunaan emisi karbon.

Pemerintah memberikan pengecualian dalamPIPPIBberkenaan dengan izin yang sudah ada dan telah mendapatkan persetujuan prinsip, pembangunan yang bersifat vital, perpanjangan izin, restorasi ekosistem, jalur evakuasi bencana alam, penyiapan pusat pemerintahan/pemerintahan daerah, proyek strategis nasional (dalam Perpres), dan kepentingan pertahanan keamanan serta penunjang keselamatan umum.***

dilansir: republika.co.id