Menag Jawab Kuota Haji 'Nganggur'
Cari Berita

Advertisement

Menag Jawab Kuota Haji 'Nganggur'

Rabu, 07 Agustus 2019


JAKARTA, PARASRIAU.COM - Kuota haji Indonesia belum terserap sepenuhnya setiap tahun. Padahal masa tunggu jemaah untuk bisa berangkat ke Tanah Suci bisa sampai belasan tahun.

Isu kuota haji 'nganggur' ini pun mengemuka ketika Rapat Kerja rombongan anggota DPR RI dengan Menteri Agama dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Retaz Hotel, Mekah.

Menurut data Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh, slot tak terpakai haji pada tahun 2016 mencapai 759 kuota, tahun 2017 ada 935 kuota, tahun 2018 ada 648 kuota dan pada tahun 2019 mencapai 524 kuota tak terpakai. Dimana 520 di antaranya merupakan kuota haji reguler dan 4 di antaranya haji khusus.

Menjawab anomali tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, sejatinya angka 524 kuota tak terpakai pada tahun 2019 ini merupakan angka terkecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

"Jadi sebenarnya dari perspektif jumlah itu terkecil, apalagi ada tambahan 10 ribu kuota itu di last minute persiapan, dimana implikasinya itu sangat kompleks. Jadi 520 (untuk haji reguler) itu bukan kuota yang tidak dimanfaatkan," ujarnya. 

Dipaparkan Lukman, Kementerian Agama menerapkan kuota cadangan 5% berdasarkan proporsi masing-masing propinsi untuk mengatasi adanya jemaah yang tidak jadi berangkat, lantaran alasan meninggal dunia, sakit dan lainnya.

"Lalu tiba-tiba pada 10 April, ada kepastian informasi tambahan 10 ribu kuota, yang 5 ribunya lansia dan 5 ribunya berdasarkan urutan, yang sebagian besar itu akan diserap oleh cadangan ini," lanjutnya. 

Di sisi lain, tahap akhir pelunasan biaya haji jatuh pada 10 Mei, atau sebulan berselang setelah mendapat kabar kepastian tambahan 10 ribu kuota. Jadi aturannya mainnya adalah, jika calon jemaah belum melunasi biaya haji maka dia belum masuk kategori cadangan. 

Namun ternyata dalam perjalanannya, ketika menjelang akhir setelah 10 Mei terlampaui, di antara cadangan yang sudah membayar lunas bahkan sudah menyerahkan paspor untuk diurus visanya itu cukup banyak yang membatalkan diri. 

Alasan pembatalannya macam-macam, ada yang meninggal, sakit, ada urusan kantor, atau karena merasa belum siap pergi haji tahun ini sehingga meminta menunda tahun depan.

"Bapak ibu sekalian, 520 itu kalau kita lihat dari kuota yang ada 214 ribu itu sebenarnya hanya, saya mohon maaf ini menggunakan kata 'hanya', 0,24%. Ini sebenarnya angka deviasi yang masih bisa ditolerir. Tentu kan tidak ada yang sempurna, namun yang pasti tahun lalu angkanya itu jauh lebih besar: 600, 700, 800, 900," papar Menag. 

"Dan ini sesuatu yang bukan tidak bisa digunakan, tetapi memang kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk digantikan untuk diisi yang lain, karena batas akhir pelunasan sudah ditutup. Karena yang hanya boleh masuk kategori cadangan, dia itu harus sudah lunas. Ini sebenarnya dampak dari tambahan 10 ribu yang terlalu mepet, kalau tahun-tahun sebelumnya tambahan 10 ribunya itu di awal jadi kita bisa lebih panjang, tapi kalau hanya satu bulan dan ini harus dibagi ke 34 provinsi, agak sulit," lanjutnya. 

Terlebih aturan haji di Indonesia tidak memungkinkan adanya alokasi kuota haji lintas embarkasi. Tidak bisa misalnya satu provinsi tidak menyerap maksimal porsinya lantas dialihkan ke provinsi yang lain, karena embarkasinya berbeda. Ada 13 embarkasi yang biaya hajinya beda-beda.

"Biaya haji di Aceh dengan di Makassar itu selisihnya bisa jutaan, belum lagi konfigurasi dan jenis pesawatnya. Jadi memang kompleks tidak bisa lintas embarkasi perpindahan jemaah itu dan sistem untuk bisa dibuat bisa diserap 100% itu tampaknya sulit sekali, karena ada faktor meninggal, batal diri dan sesuatu yang di luar kuasa kami sebagai penyelenggara. Tapi kami bersyukur angka 520 itu merupakan angka terkecil," pungkas Lukman.***

dilansir: detik.com