Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN RI, Bonivasius Prasetya Ichtiarto didampingi Kepala Perwakilan BKKBN Riau, Dra Hj Mardalena Wati Yulia saat acara Kuliah Umum di UMRI, Selasa (6/2). |
PEKANBARU, PARASRIAU.COM - Persoalan generasi muda kerap menjadi tantangan yang harus diatasi agar Indonesia benar-benar mampu memanfaatkan bonus demografi. Oleh sebab itu, untuk bisa meraih bonus demografi diharapkan peran aktif generasi muda dalam mengatasi permasalahan kependudukan dan keluarga, melalui pembangunan berwawasan kependudukan dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) menuju Indonesia emas 2045.
"Peran generasi muda harus dioptimalkan dalam meraih bonus demografi. Permasalahan generasi muda seperti pernikahan dini, seks bebas, narkoba dan lainnya masih banyak ditemui ditengah masyarakat. Untuk itu, diperlukan peran dari semua pihak termasuk mahasiswa sebagai generasi muda dengan memaksimalkan perannya melalui upaya peningkatan kualitas diri dan pengetahuan. Ini perlu dilakukan agar mereka menjadi generasi yang kuat dan berkualitas, sehingga bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan masyarakat dan bangsa Indonesia di masa depan,"demikian disampaikan oleh Kepala Perwakilan BKKBN Propinsi Riau, Dra. Hj Mardalena Wati Yulia saat acara Kuliah Umum di Universitas Muhammadiyah Riau, Selasa (6/2).
Dikatakan Mardalena, menuju Indonesia Emas 2045 saat ini fokus pemerintah adalah menangani masalah kependudukan dan stunting. Generasi yang akan mewujudkan Indonesia Emas adalah generasi muda, khususnya yang saat ini tengah menempuh pendidikan di perguruan tinggi, dengan kisaran usia 20 tahun. Menurutnya, pada masa Indonesia berusia 100 tahun yaitu 2045, maka nantinya generasi tersebut akan berusia sekitar 40 tahun ke atas, yang merupakan usia puncak karir bagi profesional.
Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN RI, Bonivasius Prasetya Ichtiarto saat mempaparkan materi dalam kuliah umum di UMRI |
"Artinya, Indonesia Emas itu adalah milik mereka, tetapi jika tidak terintegritasi tentunya ini akan menjadi ancaman bagi bangsa. Apalagi jumlah remaja cukup banyak dibandingkan lansia, tentunya ini tidak seimbang antara usia produktif dan non produktif. Oleh sebab itu itu, generasi penerus bangsa tentunya haruslah berkualitas agar tidak menjadi beban bagi negara,"kata Mardalena.
Dalam mengatasi permasalahan yang kerap ditemui pada generasi muda tersebut, dijelaskan Mardalena bahwa BKKBN memiliki berbagai program yang telah disinergikan dengan universitas atau perguruan tinggi yang ada di propinsi Riau, khususnya dalam mencegah stunting.
Salah satu upaya tersebut adanya program Generasi Berencana (GenRe) yang digagas di BKKBN, ini sebagai upaya pencegahan yang dimulai dari hulu dimana sebelum merencanakan pernikahan, calon pengantin (Catin) melakukan pemeriksaan atau skrining 3 bulan sebelum menikah yang nantinya hasil skrining akan diketahui melalui aplikasi elsimil.
Adapun tujuan dilakukan pemeriksaan melalui aplikasi elsimil tersebut, untuk mengetahui kesiapan catin untuk melahirkan anak yang berkualitas, dengan gizi yang cukup sehingga akan berdampak pada kesejahteraan keluarga nantinya,"jelasnya.
Sementara itu, Rektor UMRI Saidul Amin saat membuka secara langsung Kuliah umum yang mengusung tema peluang dan tantangan bonus demografi bagi generasi muda. Dengan langsung menghadirkan narasumber yakni Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN RI, Bonivasius Prasetya Ichtiarto.
Dipaparkan Saidul bahwa kuliah umum yang digelar terkait bonus demografi ini adalah wadah bagi para mahasiswa untuk bisa membuat perencanaan sebelum memulai berkeluarga. Tentunya, diharapkan dengan informasi yang diberikan bisa menambah dan membuka wawasan bagaimana merubah main set bahwa bekeluarga tersebut tidak hanya untuk memiliki anak saja, tetapi bagaimana melahirkan anak yang berkualitas sehingga jika besar kelak tidak menjadi beban bagi negara atau dunia.
"Permasalahan demografi ini bisa dimanfaatkan oleh negara-negara tertentu dan bisa pula jadi bencana. Dari kondisi yang dilihat, saat ini negara yang paling berhasil memanfaatkan demografi adalah China, dimana banyak penduduknya sudah kreatif dan mandiri dengan menciptakan home industri tidak dipabrik lagi. Sedangkan negara yang gagal demografi adalah India, dimana negara ini justru semakin anjlok, banyak kekayaan alamnya justru menjadi sampah seperti keberadaan sungai yang kini dipenuhi sampah, kemudian kondisi ekonomi masyarakatnya dibawah taraf kemiskinan. Ini tentu menjadi beban bagi negara,"ungkap Saidul.
Ia berharap apa yang terjadi di India tidak terjadi di Indonesia, makanya diperlukan upaya dalam mengatasi permasalahan keluarga bagaimana masyarakat Indonesia di tahun 2045 nanti bisa menciptakan keluarga berkualitas dan tidak menjadi kuli dirumah sendiri.
Sementara itu, dalam materi kuliah umumnya Bonivasius mengajak kepada seluruh mahasiswa untuk ikut berperan dalam meraih bonus demografi sesuai dengan yang telah ditargetkan pemerintah menuju Indonesia Emas di 2045.
"Bagaimana demografi bisa diraih, apabila di Indonesia masih ada anak stunting. Kualitas anak harus diperhatikan dengan konsep tumbuh seimbang sehingga bisa melahirkan anak yang berkualitas dan mendapatkan predikat keluarga sejahtera,"paparnya.
Saat ini, lanjutnya, jumlah penduduk mencapai 278,69 juta jiwa. Dimana 70 persen di antaranya pada posisi usia produktif. Kebanyakan adalah Generasi Z (Gen Z), milenial dan Gen X. Penduduk ini, penyebarannya paling banyak di Jawa (56,10 persen) dan Sumatera (21,68 persen). Sementara, di Kalimantan 6,15 persen, Sulawesi 7,36 persen, Bali 5,54 persen, Maluku dan Papua 3,17 persen.
Untuk mendorong persebaran penduduk ini, maka diharap tercipta peluang pemerataan ekonomi di daerah yang berpenduduk lebih sedikit. Sehingga, dengan pembangunan di luar Jawa dan Sumatera, diharap ada perpindahan penduduk dari wilayah padat.
Hal lain yang perlu dipastikan adalah, generasi usia muda harus produktif (20-55 tahun). Kemudian, bagaimana dengan kesehatan, kemampuan (skill), serta kualitasnya. Itu semua harus dipastikan dalam kondisi baik. Karena bonus demografi terjadi jika kondisi ideal untuk pembangunan dan harus dimanfaatkan untuk kemakmuran.
Termasuk para lansia juga harus disiapkan agar memiliki pendidikan, kualitas dan kesehatan yang baik. Sehingga di usia tua, mereka tidak menjadi beban bagi keluarganya. (nie)