Tragis! Perang Sudan Tewaskan 190 Anak-anak, Bantuan Makanan Dijarah
Cari Berita

Advertisement

Tragis! Perang Sudan Tewaskan 190 Anak-anak, Bantuan Makanan Dijarah

Jumat, 05 Mei 2023

Asap membubung dekat masjid setelah pemboman udara di Khartoum Utara, Sudan pada 1 Mei 2023. int


SUDAN, PARASRIAU.COM - Meski di tengah kesepakatan gencatan senjata, namun pertempuran sengit terus berlanjut di Sudan sepanjang Kamis, 4 Mei 2023. Kedua pasukan mencoba meraih kemenangan sebesar-besarnya menjelang kemungkinan negosiasi. Sementara PBB mengungkapkan keprihatinannya karena kekerasan ini menghancurkan anak-anak.


Terlepas dari beberapa deklarasi gencatan senjata, kedua belah pihak tampaknya berjuang untuk menguasai wilayah di ibukota Khartoum menjelang pembicaraan yang diusulkan, meskipun para pemimpin dari kedua faksi tidak memperlihatkan keinginan serius bernegosiasi setelah lebih dari dua minggu pertempuran.


Panglima paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF), Letjen Muhammad Hamdan Dagalo, alias Hemedti (kiri) dan Panglima tentara Sudan, Letjen Abdel Fattah al-Burhan yang hingga kini terus berseteru ingin menguasai negara Sudan. int


Tentara Sudan pada hari Kamis berusaha untuk mengusir pasukan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dari posisinya di dekat pusat Khartoum dalam pertempuran sengit. "Kedua belah pihak percaya bahwa mereka dapat menang secara militer dan memiliki sedikit insentif untuk datang ke meja perundingan," kata Direktur Intelijen Nasional AS Avril Haines kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat di Washington.


Dengan pertempuran terus berlanjut meskipun ada kesepakatan gencatan senjata, Gedung Putih mengatakan akan memberikan sanksi kepada mereka yang bertanggung jawab atas destabilisasi Sudan.


Peperangan menewaskan ratusan orang, memicu bencana kemanusiaan, mengirim eksodus pengungsi ke negara-negara tetangga dan berisiko menyeret kekuatan luar, yang selanjutnya membuat tidak stabil wilayah yang sudah bergolak.


"Situasi di Sudan tertatih-tatih menuju bencana, dan anak-anak semakin terperangkap dalam baku tembak," kata Catherine Russell, direktur eksekutif badan anak-anak PBB UNICEF dalam sebuah pernyataan. "Demi anak-anak Sudan, kekerasan harus dihentikan."


UNICEF mengatakan telah menerima laporan 190 anak tewas dan 1.700 terluka di Sudan sejak konflik meletus pada 15 April. kekerasan, katanya.

Sudan mengatakan pada hari Selasa bahwa 550 orang tewas dan 4.926 orang terluka.


UNICEF meminta faksi-faksi yang berjuang untuk memastikan anak-anak tidak terperangkap dalam garis tembak, termasuk dengan menghentikan serangan di pusat kesehatan, sekolah, dan stasiun.




Bantuan Makanan Dijarah


Konflik itu telah melumpuhkan jantung ekonomi negara di ibu kota Khartoum, mengganggu rute perdagangan internal, mengancam impor, dan memicu krisis uang tunai.


Di seluruh ibu kota, pabrik, bank, dan toko telah dijarah atau dirusak, pasokan listrik dan air mati, sefrta penduduk melaporkan kenaikan harga yang tajam dan kekurangan barang-barang kebutuhan pokok.


Beberapa pasar besar telah dihancurkan, kata Saddam Siddig Bashasha, yang menjalankan bisnis energi surya dan generator di Khartoum. "Pasar yang dibakar ini mendukung pekerja dan petani miskin. Ribuan dari mereka kehilangan pekerjaan, yang akan membuat kondisi menjadi sangat sulit," katanya.


Pertarungan tersebut diakibatkan oleh perebutan kekuasaan antara dua faksi yang bersaing, tentara dan RSF, yang telah berbagi kekuasaan setelah kudeta pada tahun 2021, menggagalkan upaya untuk mewujudkan demokrasi dan pemerintahan sipil setelah pemberontakan populer tahun 2019 menggulingkan orang kuat Omar al-Bashir.


Presiden AS Joe Biden menyebut kekerasan itu sebagai pengkhianatan terhadap tuntutan rakyat Sudan akan pemerintahan sipil dan mengatakan AS siap menawarkan bantuan kemanusiaan "ketika kondisi memungkinkan".


Suara pemboman dan tembakan terdengar di Khartoum dan kota-kota yang berdekatan di Omdurman dan Bahri pada hari Kamis yang melanggar perjanjian gencatan senjata tujuh hari terbaru. Tentara berusaha mendorong RSF dari posisi di sekitar istana presiden dan markas militer.

"Sejak kemarin malam, dan pagi ini, ada serangan udara dan suara bentrokan," kata Al-Sadiq Ahmed, seorang insinyur berusia 49 tahun yang berbicara dari Khartoum.


"Kami mengalami teror permanen karena pertempuran terjadi di sekitar pusat lingkungan perumahan. Kami tidak tahu kapan mimpi buruk ini dan ketakutan akan berakhir."


Kepala bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan akan mengadakan pertemuan tatap muka dengan kedua belah pihak dalam dua atau tiga hari untuk mendapatkan jaminan dari mereka untuk konvoi bantuan.


Program Pangan Dunia (WFP) pada hari Kamis memperkirakan bahwa makanan senilai $13 juta hingga $14 juta yang diperuntukkan bagi orang-orang yang membutuhkan di Sudan sejauh ini telah dijarah. "Sekitar 100.000 orang telah mengungsi dari Sudan dengan sedikit makanan atau air ke negara tetangga," kata PBB seperti dilansir tempo.co.


Korban sipil telah diperburuk oleh penggunaan senjata berat oleh pihak yang bertikai termasuk tank, artileri, roket dan serangan udara di pemukiman warga, kata Human Rights Watch pada hari Kamis, menuduh mereka mengabaikan kehidupan sipil secara sembrono.


Sejarah Panjang Sudan dari Masa Firaun Hingga Kudeta tak Berkesudahan


Pertempuran antara tentara Sudan dan pasukan paramiliter RSF terus berkecamuk di negeri Afrika utara ini sejak pertengahan April 2023. Kedua seteru sama-sama mengabaikan gencatan senjata yang telah mereka sepakati ditengahi Amerika Serikat dan Arab Saudi.


Negeri di Afrika utara ini memang tidak lepas dari konflik. Sejarah Sudan bisa dirunut dari masa firaun. Sudan berpenduduk 49 juta jiwa dengan luas negara 1.886.068 km persegi.


Di masa moderen setelah lepas dari penjajahan Inggris, negara ini akhirnya pecah pada 2011 setelah Sudan selatan memilih merdeka. Bagian selatan negeri ini dihuni mayoritas penduduk beragama Kristen dan kepercayaan asli, sedangkan sisi utara berpenduduk mayoritas Muslim.


Sudan modern tidak lepas dari kudeta. Letnan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan adalah pemimpin militer Sudan saat ini, yang mengambil alih kekuasaan setelah kudeta militer pada April 2019 menggulingkan Omar al-Bashir.


Namun Dewan Kedaulatan militer dan sipil yang didirikan tidak berjalan mulus. Militer memecat menteri sipil dalam kudeta Oktober 2021, tetapi memulihkan Perdana Menteri Abdalla Hamdok setelah protes selama sebulan.  


Protes di seluruh negeri terhadap kerja sama Hamdok dengan militer membuat PM mundur secara permanen pada 2022. Militer gagal membentuk pemerintahan sipil dan terakhir terjadi perebutan kekuasaan dengan kelompok paramilier.


Sejarah Sudan: 


2500-1500 SM - Kerajaan Kerma, berbasis di bagian selatan Nubia, sekarang Sudan utara dan tengah. Akhirnya jatuh ke Kerajaan Baru Mesir.


1550-1069 SM - Sebagian besar Sudan adalah bagian dari Kerajaan Baru Mesir.


1070 SM - 350 - Setelah akhir Zaman Perunggu, runtuhnya peradaban di Mediterania timur, Kerajaan Kush muncul sebagai negara Nubia yang berpusat di pertemuan sungai Nil Biru dan Nil Putih.


350-1500 - Muncul kerajaan Kristen abad pertengahan: Nobatia, Makuria, Alodia, dan Daju.


639-641 - Muslim Arab menaklukkan Bizantium Mesir dan kemudian berusaha menyerang Nubia tetapi dikalahkan.

Abad ke-14 dan ke-15 - Suku Badui menguasai sebagian besar Sudan.


1504-1821 - Kesultanan Sennar atau Kesultanan Biru, berpusat di Sudan, Eritrea barat laut, dan Ethiopia barat.


1821 - Penguasa Ottoman Mesir, Muhammad Ali dari Mesir, menaklukkan Sudan utara. Meskipun secara teknis berada di bawah Kekaisaran Ottoman, Muhammad Ali menyebut dirinya sebagai Khedive dari Mesir yang hampir merdeka.


1881- Muhammad Ahmad, Sang Mahdi atau Yang Terbimbing, memimpin perang yang sukses melawan pemerintahan militer Ottoman-Mesir di Sudan.


1884-85 - Pengepungan Khartoum. Gubernur yang ditunjuk Inggris, Jenderal Gordon terbunuh ketika kota itu jatuh ke tangan pasukan Mahdi.

1885 - Muhammad Ahmad meninggal.


1890-an - Inggris berusaha membangun kembali kendali mereka atas Sudan,  atas nama Khedive Mesir, tetapi pada kenyataannya sebagai koloni Inggris. Inggris khawatir kekuatan kolonial lainnya akan memanfaatkan ketidakstabilan Sudan untuk memperoleh wilayah yang sebelumnya dianeksasi ke Mesir.


1896-98 - Kitchener memimpin kampanye militer, yang berpuncak pada kemenangan yang menentukan di Pertempuran Omdurman pada bulan September 1898.


1899-1955 - Sudan berada di bawah pemerintahan bersama Inggris-Mesir. Pada kenyataannya, Sudan secara efektif dikelola sebagai koloni Inggris.


1952 - Revolusi Mesir memicu gerakan menuju kemerdekaan Sudan. Mesir dan Inggris mengizinkan kedua wilayah Sudan, utara dan selatan, untuk memilih kemerdekaan.


1956 - Sudan merdeka.


1955-1972 - Perang Saudara Sudan Pertama, antara utara dan selatan atas tuntutan otonomi daerah yang lebih besar oleh wilayah selatan. Sekitar 500.000 diperkirakan tewas. Perjanjian perdamaian tahun 1972 gagal menghilangkan ketegangan secara memuaskan.


1969 - Kolonel Gaafar Nimeiry melakukan kudeta. Parlemen dan partai politik dibubarkan.


1977 - Pluralisme politik terbatas diperkenalkan


1983 - Nimeiry memperkenalkan hukum Syariah Islam.


1983-2005 - Perang Saudara Sudan Kedua. Antara pemerintah pusat Sudan dan Tentara Pembebasan Rakyat Sudan. Sebagian besar merupakan kelanjutan dari perang saudara pertama. Perang berujung pada kemerdekaan Sudan Selatan pada 2011. Sekitar dua juta orang tewas akibat perang, kelaparan, dan penyakit.


1989 - Kolonel Omar al-Bashir melakukan kudeta militer. Al-Bashir mengangkat dirinya sebagai presiden pada 1993


2003-2020 - Perang di Darfur antara Gerakan Pembebasan Sudan (SLM) dan Gerakan Keadilan dan Kesetaraan (JEM) kelompok pemberontak melawan pemerintah, yang menurut mereka menindas penduduk non-Arab di Darfur. Pemerintah menanggapi dengan kampanye pembersihan etnis terhadap orang-orang non-Arab di Darfur. PBB memperkirakan hingga 300.000 tewas dalam pertempuran itu.


2009 - Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Bashir atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berkaitan dengan konflik di Darfur.


2011 - Sudan Selatan memperoleh kemerdekaan setelah perang bertahun-tahun dengan pemerintah pusat di Khartoum.


2019 - Bashir digulingkan setelah pemberontakan. Ini diikuti oleh periode ketegangan yang meningkat antara tentara dan politisi sipil selama transisi ke pemerintahan demokratis.


2023 - Setelah protes terhadap militer, pertempuran meletus pada 15 April antara tentara yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala dewan penguasa Sudan, dan paramiliter RSF, yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, yang adalah Wakil Burhan di dewan. (*/pr2)


Editor: M Ikhwan