Zufra: Jangan Berdalih Kewenangan Pusat, PHR Wajib Berikan Hak Informasi Masyarakat
Cari Berita

Advertisement

Zufra: Jangan Berdalih Kewenangan Pusat, PHR Wajib Berikan Hak Informasi Masyarakat

Minggu, 11 Desember 2022


PEKANBARU, PARASRIAU.COM - PT Pertamina Hulu Rokan dan semua Badan Publik yang diberikan amanah oleh negara pengelola sumber daya alam, khususnya Migas di wilayah Provinsi Riau wajib memberikan hak-hak informasi masyarakat Riau.


“Tidak hanya Pertamina, SKK Migas ada juga Pertamina Hulu Rokan,termasuk BUMD, sebagai Badan Publik yang menjalankan bisnis negara di bidang Migas, tidak ada alasan untuk tidak transparan terhadap pemerintah dan masyarakat Riau,” tegas Ketua Komisi Informasi Provinsi Riau, Zufra Irwan jawab wartawan di Pekanbaru.


Menurut Zufra, sebagai badan publik, apakah Pertamina dan seluruh jajarannya, BUMD termasuk SKK Migas, harus benar-benar memahami perintah undang-undang no 14 tahun 2008, tentang mengungkap informasi publik.


"Hanya sebagian kecil informasi terkait pengelolaan migas ini yang sifatnya rahasia, misalnya potensi, atau kontrak-koktrak yang berkaitan dengan badan privat. Sebagian besar informasi siswa," kata Zufra.


Ditegaskan Zufra, seluruh badan publik yang diberikan mandat oleh pemerintah mengelola sumber daya Migas, harus benar-benar merubah bingkai berpikir bahwa pengelolaan Migas saat ini jangan masih merasa seolah-olah seperti saat orde baru.


"Semua karena rahasia negara,sedikit-sedikit rahasia negara, itu sudah masa lalu. Hampir semua aktivitas yang dilaksanakan oleh badan publik sifatnya informasi publik. kecuali yang dilarang oleh undang-undang KIP atau undang-undang lain untuk dirahasiakan. Tidak ada kewenangan Menteri sekalipun menyatakan sebuah informasi publik untuk dirahasiakan, kecuali setelah dilakukan uji konsekwensi sebuah informasi,” tutur Zufra.


Bisa dibayangkan, demikian menurut Zufra, sumber daya alam Riau ini yang dikeruk setiap hari, lalu masyarakatnya tidak bisa mendapatkan informasi yang konfrensif terkait itu. 


"PHR jangan sampai "ganti kulit" PT Chevron lagi di Riau ini. Tatakelola informasi publiknya, wajib mematuhi undang-undang KIP dan rasa berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat Riau," ujar Zufra.


Zufra juga mengingatkan untuk meninggalkan masa lalu yang penuh ketertutupan.


"Ayo misalnya, gak usah pakai undang-undang, regulasi atau apapun itu. Anda berusaha di daerah orang, Anda eksploitasi sumber daya alamnya, Anda gali, Anda bawa, dikomersilkan. Misalnya tanpa melibatkan orang lokal, informasi diberikan sepotong-sepotong. Protes- protes didiamkan. Pasti akan muncul hal-hal yang tidak baik dan sebagainya," tukas Zufra.


Oleh karena itu, Ketua KI Riau berharap pengelolaan Migas di Riau harus benar-benar memberikan hak-hak informasi publik.


"Undang-undang mewajibkan adanya Informasi yang sifatnya tersedia setiap saat,Informasi berkala, informasi serta merta. Apa lagi informasi yang sifatnya permintaan atau permintaan informasi. Jangan lagi, sedikit-sedikit berwenang pusat," jelas Zufra. 


Dikatakan Zufra, saat ini jika ingin mendapatkan kepercayaan dan dukungan masyarakat, terbukalah. "Masyarakat udah cerdas kok, mereka tidak akan mengutak-atik informasi yang sifatnya menjadi rahasia negara menurut undang-undang. Saya kira responsif terhadap keluh kesah masyarakat, apapun itu latar belakangnya, pasti akan meminimalkan masalah," kata Zufra.


Misalnya, misalnya Pertamina Hulu Rokan (PHR), kata Zufra, riuh dan gonjang-ganjing akhir-akhir ini. "Mestinya perusahaan hadir dengan informasi yang konfrehensif. Menyampaikan penjelasan-penjelasan yang banyak jadi pertanyaan media," tegas zufra.


Dijelaskan Zufra, hal-hal sederhana dan memang sifatnya harus diinformasikan kepada publik.


"Misalkan soal alokasi tenaga kerja. Di masa PT Chevron serba tertutup, jangan terjadi lagi. Soal tatakelola informasi penangan lingkungan misalnya," ujar Zufra.


Ada hal yang selama ini juga dianggap sangat tertutup, lanjut Zufra, misalnya terkait kewajiban sosial terhadap masyarakat Riau. 


“Nah itu dia, soal CSR. Berapa sih besarnya anggaran untuk CSR pertahunya untuk masyarakat Riau. Siapa saja yang boleh mendapatkan, alokasinya untuk sektor apa saja, belum lagi soal lifting, cos recovery. Penerima CSRnya siapa saja, syarat-syaratnya apa saja. Jangan hanya sebagian kecil yang dianggap kenal yang bisa mengaksesnya," papar Zufra.


Zufra dengan kritis juga mempermasalahkan, soal data dan dokumen DBH. "Soal Participating Intres (PI 10persen), dokumen hitungannya seperti apa, siapa yang tau," ujar Zufra.


Suatu hal yang selalu disampaikan dan diingatkan Komisi Informasi, kata Zufra, adalah kewajiban seluruh badan publik membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) . "Ini perintah undang-undang, nob14 th 2008, bagaimana tatakelola informasi publik di badan publik dan seluruh teknisnya," papar Zufra. (*)


Editor: M Ikhwan