Polemik Pj Bupati Kampar dan Wako Pekanbaru, Menguji Transparansi Tito Karnavian
Cari Berita

Advertisement

Polemik Pj Bupati Kampar dan Wako Pekanbaru, Menguji Transparansi Tito Karnavian

Minggu, 22 Mei 2022

Zufra Irwan


Pro dan kontra penunjukan Penjabat Walikota Pekanbaru dan Penjabat Bupati Kampar, Riau oleh Mendagri Tito Karnavian, benar-benar menghebohkan Negeri Melayu Lancang Kuning.

Polemik ini jadilah yang tak dicari. Tidak saja karena Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kemendagri, tidak "menghargai" wibawa Gubernur Riau (Gubri) sebagai wakil pusat di daerah, karena ternyata Pejabat (Pj) kedua daerah yang ditunjuk Mendagri adalah figur yang bukan proposal Gubri (Gubernur Riau).


Yang lebih tidak masuk akal prosedural normal, Penjabat (Pj) yang ditunjuk itu ternyata juga "anak buah" Gubri sendiri.


Untuk Pj Bupati Kampar Kamsol yang merupakan Kadisdik Provinsi Riau.


Sementara untuk Pj Kota Pekanbaru adalah Muflihun yang telah dipercaya Gubri sebagai Sekwan Provinsi Riau.


Seperti yang sudah diketahui publik, nama-nama yang diusulkan Gubri pada 26 April 2022 lalu adalah enam pejabat di lingkup Pemprov Riau, yakni Boby Rahmat (Kadispora), Masrul Kasmy (Asisten I Setdaprov Riau) dan M Edy Afrizal (Kepala BPBD Riau) untuk calon Pj Wako Pekanbaru. 


Kemudian, Imron Rosyadi (Kadisnaker), Roni Rakhmat (Kadispar) dan Zulkifli Syukur (Karo Kesra Setdaprov Riau) untuk calon Pj Bupati Kampar.


Lalu, kenapa SK Pj kedua daerah itu ternyata di luar proposal Gubri?


Memang ada yang berpendapat bahwa Mendagri menunjuk pada Pj di luar pemilihan gubernur berdasarkan Permendagri No 1 tahun 2018 pasal 5 ayat 3. 


Walau jika kita membaca Permendagri itu di mengatur Tentang Cuti Di Luar Tanggung Jawab Negara Bagi Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota Dan Wakil Wali Kota. Lalu diperlukan menunjuk Sementara atau PJs. Entah kalau ada "pasal-pasal" lain yang jadi payung hukum.


Apakah Permendagri ini relevan dalam penunjukan Pj? Tentu ini juga menjadi penting untuk diperdebatkan.


Namun yang pasti, acara penunjukan Pj di luar pemilihan gubernur, tentu menimbulkan banyak pertanyaan baru.


Apalagi, Mendagri juga tidak menjelaskan alasan yang pasti kepada publik tentang keputusan penunjukan di luar pameran itu.


Tidak perlu kepada publik, kepada gubernur pun dikabarkan sama sekali tidak ada penjelasan tentang hal itu.


Gubernur hanya diminta mengusulkan, tapi siapa yang ditunjuk Mendagri, gubernur tidak perlu ikut campur, kenyataanya memang seperti itu.


Makanya tidaklah mengherankan, jika banyak gubernur di daerah lain kecewa dengan proses penunjukan Pj seperti ini.


Kasus seperti di Riau kabarnya juga terjadi di provinsi lain, seperti Jabar, Jateng, Sumbar dan lainnya.


Semestinya, jika usulan gubernur tak diperlukan pusat, lalu untuk apa gubernur diminta mengusulkan.


Atau, kalau pun pusat hanya ingin memenuhi syarat prosedural, terkait perlunya usulan gubernur, tapi pusat sebenarnya punya calon sendiri, tentu Pemerintah Pusat tinggal berkomunikasi saja dengan gubernur.


Apa susahnya!


Tidak mesti dengan cara-cara yang justru menjatuhkan marwah gubernur di depan publik yang dia pimpin dan di depan anak buahnya sendiri.


Proses penunjukan Pj yang benar-benar tidak transparan ini, tentu saja dan jelas sudah mengangkangi UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.


Apa lagi sejak terakhir banyak pihak, pengamat dan komentar yang mengomentari proses penunjukan pejabat kepala daerah ini. Dan ini sebuah informasi yang ditunggu-tunggu masyarakat.

Undang-undang KIP memerintah, kira-kira bunyinya seperti ini. Ketika sebuah informasi menyangkut hajat hidup orang banyak, badan publik WAJIB mengumumkannya. Namanya informasi serta-merta.


Semestinya, Komisi Informasi Pusat (KIP) segera mendorong DPR RI untuk meminta penjelasan Mendagri, mengapa terjadi kondisi yang kurang kondusif ini.


Akibat yang terkesan tidak transparan itu pula, serta-merta menimbulkan berbagai spekulasi di tengah masyarakat.


Karena tidak transparannya pemerintah pusat, bisa jadi muncul informasi yang bersifat hoak, masyarakat menduga-dugaansendiri. Lalu, yang salah hoak lagi, pemerintah tidak salah?.


Misalnya, apa benar penunjukan Pj ini sarat dengan politik dagang sapi. Sehingga yang dipercaya akhirnya adalah orang-orang yang berkantong tebal atau mavia rente yang mungkin dapat celah masuk dalam kekuasaan. 


Bahkan, anggapan yang lebih di Pekanbaru, ibukota Provinsi Riau, mereka diingat-ingat oleh cukong-cukong aliran hitam, lalu salahkah masyarakat menduga-duga.?


Kiranya, sangat pantas untuk ditujukan kepada Tito Karnavian, sebagai Mendagri agar menjelaskan pro dan kontra di tengah masyarakat saat ini. Penjelasan Mendagri ini kiranya penting agar masyarakat juga bisa memahami, apa yang diinginkan Mendagri, sekaligus menguji komitmen Tito Karnavian mewujudkan tatakelola pemerintahan yang transparan.

Karena itu, kiranya sangat beralasan juga DPR RI memanggil Mendagri menjelaskan masalah ini.


Jika ini tidak dipublikasikan secara transparan, tentulah akhirnya rakyatlah yang dirugikan, pemerintah dan kita semua tentu akan dirugikan atas segala ekses yang ditimbulkan. (***)

 

Penulis adalah Ketua Komisi Informasi Provinsi Riau.