Soal Transparansi Dana Hibah, KI Riau Nilai KONI se-Riau ''Kangkangi'' UU KIP
Cari Berita

Advertisement

Soal Transparansi Dana Hibah, KI Riau Nilai KONI se-Riau ''Kangkangi'' UU KIP

Selasa, 23 Maret 2021


PEKANBARU, PARASRRIAU.COM - Komisi Informasi Provinsi Riau mengingatkan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) kabupaten kota se-Riau, termasuk KONI Provinsi, untuk mengimplementasikan Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Komisi Informasi menilai hampir seluruh KONI di Provinsi Riau selama ini telah abai dengan kewajibannya selaku badan publik, terutama tentang transparansi penggunaan dana hibah APBD yang diterima induk organisasi olahraga tersebut.


Peringatan itu disampaikan Ketua Komisi Informasi Riau Zufra Irwan, SE, sehubungan banyaknya masuk laporan dan keluhan-keluhan ke Komisi Informasi tentang ketidaktransparan KONI-KONI Kabupaten Kota se-Provinsi Riau, khususnya dalam pengelolaan anggaran dana hibah yang diperoleh dari APBD.


"Saya tegaskan KONI di Riau saat ini berstatus SOS, dalam bahaya. Bahaya dalam pengertian berkemungkinan besar dapat terjerat masalah hukum akibat tidak mengedepankan transparansi dalam pengelolaan dan penggunaan dana hibah yang bersumber dari APBD," lontar Zufra Irwan kepada media di Pekanbaru, Selasa (23/3/2021).


Menurut Zufra, dari berbagai laporan, baik dari hasil kunjungan Komisi Informasi Riau ke kabupaten kota maupun berdasarkan informasi yang disampaikan publik/masyarakat, pihaknya merasa perlu untuk mengingatkan KONI Kabupaten Kota untuk segera membenahi pelayanan informasi publiknya.


"Alasannya, pertama, dana hibah KONI itu bersumber dari uang rakyat, yang ditujukan untuk pembinaan atlet, bagaimana prestasi atlet maupun cabang-cabang olahraga di tingkat kabupaten kota maupun provinsi, menjadi lebih baik. Jadi, bukan untuk mensejahterakan pengurus KONI, apalagi untuk pengurus berleha-leha dengan anggaran hibah itu," ungkap Zufra Irwan.


Kedua, lanjut Zufra, KONI merupakan Badan Publik seperti yang ditegaskan dalam pasal 1 (3) UU KIP, mengingat anggaran induk organisasi olahraga tersebut bersumber dari APBN atau APBD. Karena itu baik pengelolaan maupun penggunaan anggaran KONI mesti transparan, terbuka dan informasinya dapat diakses publik. "Apapun itu, apakah anggaran untuk pembinaan atlet, cabang olahraga ataupun honor pengurus KONI, transparanlah," kata Zufra.


Faktanya sekarang, lanjut Zufra, KONI mengenyampingkan soal transparansi. Selain banyaknya keluhan dari para atlet dan cabang olahraga yang sulit untuk memperoleh informasi soal alokasi dan penggunaan anggaran hibah, belum satupun dari badan publik tersebut baik di tingkat kabupaten kota maupun Provinsi yang memiliki PPID atau Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, seperti yang diperintahkan UU KIP.


"Jangankan KONI Kabupaten Kota, KONI Provinsi Riau juga sampai saat ini tidak kunjung membentuk PPID. Itu kan sama saja dengan mengangkangi Undang-undang, khususnya UU Keterbukaan Informasi Publik. Sejak tahun 2017, 2018 dan 2019, Komisi Informasi terus mendorong KONI Provinsi Riau segera membentuk PPID. Tetapi mereka cuek saja," kritik Zufra.


Padahal, kata Zufra, kepatuhan terhadap UU KIP sangat menentukan bagi nasib dan masa depan Badan Publik. Selain terhindar disengketakan masyarakat ke Komisi Informasi, juga dapat menghindarkan aparatur atau badan publik dari jerat hukum. "Kalau semuanya transparan, semua informasi publik sudah ditayangkan badan publik dalam bentuk daftar informasi publik di desk layanan informasi yang ada di PPID-PPID, percayalah hal itu dapat menjauhkan aparatur atau badan publik dari sengketa informasi atau jerat hukum," papar Zufra.


Sebagai komisioner dan Ketua Komisi Informasi Riau, Zufra Irwan menilai keengganan pengurus KONI untuk membentuk PPID akan memunculkan banyak masalah ke depannya. Seperti yang kini dialami oleh KONI Rokan Hulu, di mana induk organisasi olahraga itu disengketakan masyarakat ke Komisi Informasi karena tidak mengubris permohonan informasi publik yang dimintakan masyarakat.


Saat ini sidang sengketa informasi sedang bergulir di Majelis Komisioner KI Riau. "Tinggal putusan saja lagi. Karena sejak sidang ajudikasi bergulir, KONI Rokan Hulu tak pernah datang memenuhi panggilan sidang. Tapi kita, Komisi Informasi, sesuai ketentuan UU tidak mempersoalkan ketidakhadiran mereka. Terserah mereka saja. Sidang tetap jalan dan keputusan dalam pekan-pekan ini akan keluar," ujar Zufra.


Meski begitu, tentu saja, nantinya yang akan rugi pihak KONI Rohul juga. Sebab, tidak punya kesempatan untuk membuktikan alasan tidak mau memberikan informasi publik yang dimintakan pemohon publik. Apakah keputusannya akan memerintahkan KONI Rohul untuk memberikan informasi yang diminta oleh pemohon, menurut Zufra, berkemungkinan besar akan seperti itu nantinya.


Zufra juga menilai persoalan dugaan korupsi dana hibah yang membelit KONI Bengkalis dan saat ini ditangani oleh pihak Kejaksaan, juga salah satu indikator tidak transparannya pengelolaan anggaran di induk organisasi olahraga tersebut. 


"Korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, mal administrasi dan praktik kolusi maupun nepotisme, itu terjadi karena aparatur dan badan publik tertutup. Jadi, mereka baru tersadar ketika aparat penegak hukum sudah mengendus penyalahgunaan wewenang maupun anggaran yang diakukan. Padahal kalau sejak awal mereka sudah transparan, sudah bersikap terbuka terhadap informasi publik, tidak mungkin mereka akan seperti sekarang ini," ungkap Zufra.


Zufra juga sangat menyayangkan KONI Provinsi Riau yang tidak melakukan edukasi terhadap KONI Kabupaten Kota tentang Keterbukaan Informasi Publik. "Ya, tapi bagaimana akan memberikan edukasi, kalau mereka (KONI Provinsi) juga tidak peduli dengan perintah UU KIP, tidak memberikan contoh yang baik kepada KONI-KONI daerah," komentar Zufra lagi. (**)


Editor: M Ikhwan