Kenaikan Tarif Tol Awal Tahun Ini Bisa Ditunda, Ini Penjelasannya
Cari Berita

Advertisement

Kenaikan Tarif Tol Awal Tahun Ini Bisa Ditunda, Ini Penjelasannya

Jumat, 29 Januari 2021

Tol Pekanbaru-Dumai


JAKARTA, PARASRIAU.COM - Pemerintah berencana menaikkan tarif jalan tol di awal 2021 secara serentak pada masa pandemi covid-19. Namun, apakah bisa penyesuaian atau kenaikan tarif tol dilakukan penundaan?


Kepala Bagian Umum Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) , Mahbullah Nurdin mengatakan, penundaan kenaikan tarif tol bisa saja dilakukan penundaan. Namun dengan syarat Standar Pelayanan Minimal (SPM) dari jalan tol tersebut tidak bisa dipenuhi oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).


“Penundaan penyesuaian tarif hanya bisa kalau SPM-nya tidak terpenuhi. Itu saja klausulnya,” ujarnya, Jumat (29/1/2021).


Jika mengacu pada Peraturan Menteri PU No. 392/PRT/M/2005, standar pelayanan minimum jalan tol dapat diukur dari beberapa unsur. Seperti, kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan dan pertolongan pertama.


Adapun kondisi jalan dinilai dari kekesatan, ketidakrataan dan tidak ada lubang. Sementara itu syarat dari kecepatan tempuh, besaran tolok ukur dibedakan untuk jalan tol dalam kota dan jalan tol luar kota.


Untuk jalan tol dalam kota disyaratkan kecepatan tempuh rata-rata lebih dari atau sama dengan 1,6x jalan non tol. Sedangkan untuk jalan tol luar kota kecepatan tempuh rata-rata harus lebih dari atau sama dengan 1,8x jalan non tol.


Indikator untuk aksesibilitas meliputi kecepatan transaksi dan jumlah gardu tol. Tolak ukur yang digunakan dibedakan untuk sistem transaksi terbuka dan sistem transaksi tertutup.


Untuk sistem terbuka kecepatan transaksi harus kurang dari atau sama dengan 8 detik per kendaraan. Sedangkan pada gardu tertutup harus tidak lebih dari 7 detik per kendaraan di gardu masuk dan 11 detik per kendaraan pada gardu keluar.


Sementara untuk jumlah gardu tol disyaratkan agar gardu pada sistem transaksi terbuka harus melayani tidak lebih dari 450 kendaraan per jam per gardu. Sedangkan untuk sistem tertutup harus tidak lebih dari 500 kendaraan per jam per gardu masuk dan 300 kendaraan per jam per gardu keluar.


Indikator untuk aspek mobilitas adalah kecepatan penaganan hambatan lalu lintas yang mencakup observasi patroli dan patroli kendaraan derek dengan syarat 30 menit persiklus pengamatan, waktu mulai diterimanya informasi sampai ke tempat kejadian yang tidak boleh lebih dari 30 menit, serta penanganan akibat kendaraan mogok dengan syarat penderekan gratis ke gerbang tol atau bengkel terdekat.


Sedangkan untuk indikator keselamatan, meliputi beberapa aspek. Yang pertama sarana pengaturan lalu lintas termasuk di dalamnya perambuan, marka jalan, guide post atau reflector dan patok per kilometer. Semua sarana tersebut harus 100% lengkap dengan refleksivitas minimal 80% untuk marka dan guide post.


Penerangan Jalan umum (PJU) wilayah perkotaan, disyaratkan bahwa 100% lampu menyala. Pagar rumija dimana disyaratkan 100% terpenuhi.


Lalu penanganan kecelakaan berupa evakuasi korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat dan penderekan gratis. Dan terakhir adalag penanganan dan penegakan hukum dengan tolak ukur keberadaan polisi patroli jalan raya yang siap 24 jam.


Dan terakhir untuk indikator yang digunakan pada pertolongan pertam DalG meliputi keberadaan Kendaraan Derek, Polisi Patroli Jalan Raya (PJR), Patroli Jalan Tol (Operator), Kendaraan Rescue dan Sistem Informasi. Syarat-syarat jumlah unit yang dibutuhkan dapat dilihat pada peraturan menteri PU tentang SPM Jalan Tol. (sindo)


Editor: Anto Chaniago