HUT Kota Padang Ke-351 (1669-2020); Sebuah Refleksi Sejarah
Cari Berita

Advertisement

HUT Kota Padang Ke-351 (1669-2020); Sebuah Refleksi Sejarah

Jumat, 07 Agustus 2020

 

PARASRIAU.COM - Supaya tidak menjadi seremonial tahunan, HUT kota Padang yang saban tahun diperingati dan hari ini hampir 3,5 abad berumurnya. Melihat serba sedikit sejarahnya semoga menambah wawasan. 

Rasanya tidak ada acara khusus pada tahun 1669 - tahun ini dihitung 351 tahun - peletakan batu pertama kota yang didirikan. Jika dilihat sejarahnya, momen penting di tahun-tahun itu tak lain adalah "Anugerah" dominasi Belanda terhadap Aceh ketika berhasil mengusir Panglima Aceh dan pedagang-pedagang pro Aceh tahun 1664 kemudian menguasai pengusaha-pengusaha perdagangan di sungai Padang. Perkayaan ini juga permulaan kepada tahapan yang lebih jauh lagi 1,5 abad berikutnya dimana Belanda tidak lagi membeli komoditas dagang Minangkabau yang artinya antara orang Minang dan Belanda sama (setara) tapi terus berlanjut menguasai sumber-sumber komoditi dagang yang dihasilkan yaitu Belanda menjajah Minangkabau dan secara rasminya terjadi pada tahun 1819, tahun depan tepat 2 abad.

Bermula sebagai kampung nelayan dan petani garam yang miskin berdagang kecil-kecilan dengan daerah sekitarnya. Padang dihuni dalam gelombang dua, pertama oleh orang-orang dari utara seperti Pasaman dan selatan dari Indrapura dan kedua oleh orang-orang dari Dataran tinggi alam Minangkabau dibalik Bukit Barisan sekitar Singkarak dan Solok. Kawasan ini kemudian menjadi ajang pertembungan dua sistem kelarasan adat yang dianut masing-masing daerah asal tadi yaitu Koto Piliang dari kelompok pertama dan Bodi Caniago kelompok kedua. Maka dinamika yang terjadi adalah diantara pialang-pialang dagang lokal dari dua sistem kelarasan tadi. 

Jika di era kejayaan Aceh, pialang-pialang ini jadi raja-raja kecil karena keuntungan yang mereka dapatkan sebagai ATPM (agen tunggal pemegang merek) komoditi yang datang dari pedalaman dataran tinggi dan mereka juga meraup keuntungan tak sedikit dari barang-barang penting seperti garam dan kain yang dibawa ke pedalaman. Para pialang lokal ini bahkan memiliki kapal-kapal besar yang rutin berdagang ke Barus. Tapi ketika era Belanda ini keadaan berubah, embrio politik belah bambu (devide et impera) dimulai disini, pialang-pialang dagang yang juga seorang penghulu pemilihannya diintervensi dan ditunjuk oleh Belanda dari pihak-pihak yang setia, satu pihak dimanjakan yang lain diinjak, sehingga menimbulkan kecemburuan. 

Tidak saja di Padang, Belanda juga kemudin pembatasan akses kepada pedagang di sekitar Pariaman dan Tiku di Utara sehingga perdagangan disini lesu dan perdagangan hampir mati akibat kebijakan Belanda. Pada tahun 1730 perdagangan minyak Kelapa dengan Air Bangis beralih ke Padang padahal berpuluh tahun sebelumnya Tiku memainkan peran penting.   

Lomba persaingan yang sesama sesama lokal, kedatangan orang-orang Eropa dan Cina menjadi masalah Belanda yang membuat persaingan baru terutama persaingan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan perdagangannya yang menggunakan orang-orang Cina untuk memperluas jaringan perdagangannya. Tahun 1673, terkenal lah Nakhoda Banten Cina yang bekerja pada kompeni dan pada tahun 1683 ditunjuk seorang Letnan Cina karena jumlah keturunan Cina yang ramai di Padang dan 100 tahun berselang diangkat lagi seorang Kapten (Kapitan) Cina yang tinggal di rumah paling besar di Padang. 

Dari dinamika yang mungkin tak sehat ciptaan Belanda TV kota Padang berdiri. Secara khusus perhitungan ekonomi tetap membawa perubahan ke Padang. Dengan sistem perdagangan ala Eropa yang dibawa Belanda, kota Padang menjadi kota pelabuhan penting. Pelbagai komoditi memilih berganti merancakan perkembangan kota ini, mulai dari lada, emas dan pertengahan abad 18 kopi dan kasiavera merupakan komoditi penting yang diatur melalui Padang, tidak saja dengan Belanda dan Inggris, kapal-kapal pedagang dari Amerika rutin yang berdatangan kesini membeli kopi. 

Sejarah kita baca, pengalaman buruk kita buang dan membangun Padang kedepan perlu kerjasama semua elemen masyarakat kota Padang dibawah NKRI. Selamat HUT kota Padang ke 349. ***

Sumber bacaan: Revivalisme Islam dalam Ekonomi Petani yang Berubah Sumatera Tengah 1784 - 1847 oleh Christine Dobbin

Penulis: Khairul Ashdiq, pemerhati sejarah dan alumni Universitas Al - Azhar Kairo-Mesir