Inlaning Minta Kejati Usut Tuntas Dugaan Korupsi Dana KKPA PTPN V Senilai Rp 100 M Lebih
Cari Berita

Advertisement

Inlaning Minta Kejati Usut Tuntas Dugaan Korupsi Dana KKPA PTPN V Senilai Rp 100 M Lebih

Rabu, 15 Juli 2020


PEKANBARU, PARASRIAU.COM - Berdasarkan dugaan penyimpangan anggaran, Indonesia Law Enforcement Monitoring (Inlaning) melaporkan Tindak Pidana Korupsi pengelolaan dana Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar ke Kejaksaan Tinggi Riau.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau Muspidauan dikonfirmasi Rabu (15/7) mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dugaan korupsi tersebut. "Iya benar, sudah masuk laporannya," ujarnya singkat.

Direktur Inlaning, Dimpos Tampubolon mengungkapkan, laporan telah dilayangkan pada 25 Juni 2020 lalu. "Kami meminta Kejati Riau mengusut dugaan korupsi dalam pembangunan KKPA tersebut," tegas Dempos.‎

Dempos mengurai dugaan korupsi yang diperkirakan merugikan negara lebih dari Rp 100 miliar tersebut merupakan rentetan penyimpangan yang dilakukan oleh oknum di perusahaan pelat merah itu. 

Dikatakan Dimpos, ada 4 hal yang menjadi menjadi fokus laporan. Pertama, diduga ada penyalahgunaan keuangan kredit KKPA oleh oknum PTPN V dalam pembangunan kebun KKPA atas kredit sebesar Rp 54 Miliar pada Bank BRI Agro Pekanbaru.

“Dana Rp 54 Miliar habis, tetapi kebun tidak dibangun dengan baik. Hal ini terbukti dari kondisi fisik kebun dan sarana prasarana kebun seperti jalan poros, jalan blok, dan gorong-gorong yang tidak layak. Akibatnya, negara (PTPN V) harus menanggung pembayaran kredit pada Bank BRI Agro karena hasil produksi kebun kelapa sawit Pola KKPA yang dibangun PTPN V adalah kebun gagal,” terang Dimpos seperti dilansir beritariau.com.

Bahkan 100 hektar dari lahan KKPA tersebut puso (gagal tanam), akan tetapi Sertifikat Hak Milik (SHM) dari lahan tersebut tetap diagunkan di Bank Mandiri Palembang.

“Ini artinya lahan puso tetap dibebani hutang dan dana pembangunan lahan puso tersebut kemana?,” ujar Dempos.

Kedua, Inlaning menduga ada penggelembungan kredit pada saat pengalihan kredit dari Bank BRI Agro Pekanbaru ke Bank Mandiri Palembang karena kredit awal sebesar Rp 54 Miliar, setelah 10 tahun berjalan bukannya berkurang tetapi malah tambah besar menjadi Rp 83 Miliar pada Bank Mandiri Palembang.

Ketiga, terhadap besarnya kredit yang dicairkan oleh Bank Mandiri Palembang, Inlaning menduga ada permainan karena sangat tidak masuk akal kebun gagal dengan produksi rata-rata sekitar 320 ton/bulan pada tahun 2013 bisa dicairkan kredit sebesar Rp. 83 Miliar dengan cicilan kredit Rp 900 juta lebih perbulan. Pencairan kredit sebesar Rp. 83 Miliar tersebut masuk ke rekening PTPN V.

Pencairan kredit yang tanpa Appraisal dari konsultan independen dan tanpa hasil penilaian fisik kebun oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar atau Provinsi Riau menimbulkan kerugian negara yang sebesar karena kemampuan bayar Kopsa-M sangat minim akibat produksi kebun tidak sampai 0,5 ton/bulan. 

“Perkiraan kita hingga berakhir kredit pada tahun 2023, negara (PTPN V) akan menanggung kerugian lebih dari Rp. 100 Miliar ar, karena PTPN V merupakan penjamin (Avalist) berupa Coorporate Guarantee atas hutang tersebut,” jelasnya.

Keempat, Dempos menduga ada penyalahgunaan keuangan kredit pada Bank Mandiri Palembang karena sesuai dengan Perjanjian Kerjasama No. 07 tanggal 15 April 2013, kredit sebesar Rp 83 Miliar tersebut sebagian diperuntukkan untuk perbaikan kebun KKPA dan sarana prasarana kebun KKPA.

Namun, dana tersebut tidak dipergunakan untuk perbaikan kebun KKPA dan sarana prasarana kebun KKPA Kopsa-M.

“Untuk apa dana tersebut digunakan, Kopsa-M sampai hari ini tidak mendapat penjelasan apapun dari PTPN V,” pungkas Dempos.

Sementara itu, Direktur Utama PTPN V Pekanbaru Jatmiko saat dihubungi belum merespon konfirmasi wartawan. Pesan yang dikirim juga berbalas. pr2