Soal Temuan Rp1,1 M, Kajati Sebut Poliklinik RSJ Tampan Terindikasi Korupsi
Cari Berita

Advertisement

Soal Temuan Rp1,1 M, Kajati Sebut Poliklinik RSJ Tampan Terindikasi Korupsi

Senin, 23 Maret 2020


PEKANBARU, PARASRIAU.COM - Kejaksaan Tinggi Riau menegaskan bahwa kasus kelebihan bayar proyek pembangunan Poliklinik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan Riau tahun 2018 senilai Rp1,1 miliar terindikasi korupsi.

Sebab tidak adanya niat baik dari pihak kontraktor ataupun RSJ Tampan untuk mengembalikan uang negara sesuai ketentuan batas waktu yang berlaku.

Penegasan itu disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr Dra Mia Amiati SH, MH dalam wawancara khusus, akhir pekan kemarin di Pekanbaru. "(Kalau seperti itu) sudah ada indikasi atau dugaan pidananya. Kita akan surati APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) untuk mempertanyakan (penyelesaian) masalah itu," jawab Mia Amiti seperti dilansir matapers.com

Seperti diberitakan media ini sebelumnya, BPK Perwakilan Riau menemukan kelebihan bayar proyek pembangunan Poliklinik RSJ Tampan Riau tahun 2018 senilai Rp1,1 miliar. Temuan itu terungkap dalam LHP BPK nomor 22.A/LHP/XVIII.PEK/05/2019 tertanggal 17 Mei 2019. Proyek Poliklinik yang dibangun PT Marabuntha Ciptalaksana itu bersumber dari APBD Riau dengan  anggaran Rp32.756.651.000.

Jika mengacu kepada ketentuannya, yakni selama 60 hari sejak dikeluarkannya LHP BPK, maka semestinya pada 17 Juli 2019, pihak kontraktor PT Marabuntha Ciptalaksana sudah tuntas mengembalikan uang negara tersebut. Tapi kenyataannya hingga saat ini belum dilakukan.

Pihak RSJ Tampan, dalam hal ini Direktur Haznelli, kepada media ini dua pekan silam menyebutkan, pihak kontraktor telah mencicilnya lewat PPTK sebesar 10 persen. "Adalah sekitar 10 persen," kata Hazneli tanpa menyebutkan nominalnya saat itu.

Namun dalam kesempatan berikutnya, ketika dipertanyakan apakah benar sudah ada pengembalian uang negara itu, Haznelli justru menyatakan, bahwa sudah ada perjanjian atau kesepakatan antara pihak kontraktor dengan BPK, yang akan mengembalikan kelebihan bayar itu dengan sistem cicilan selama dua tahun.

"Ngak bisa begitu. Ketentuannya (kelebihan bayar itu) harus dikembalikan selama 60 hari kerja sejak terbitnya LHP. BPK itu institusi pemerintah. Jadi hubungannya dengan user (pemilik) yang punya bangunan itu, yakni pihak RSJ Tampan, bukan dengan kontraktornya," kata Kajati Mia Amiati menanggapi permasalahan itu.

Direktur RSJ sebagai pemilik bangunan yang dibangun itu, sebut Mia, menjadi perantara untuk mengkonfirmasikan dengan pihak kontraktornya dalam mengembalikan temuan BPK itu. "Kalau tak sanggup mengembalikannya dalam 60 hari kerja, ya (kasus itu) ke ranah hukum, dong," katanya.

Karena itu, bila dikaitkan dengan keluarnya LHP pada bulan Mei 2019 dan belum adanya pengembalian uang negara sampai saat ini, maka Kajati, permasalahan tersebut sudah bisa diindikasikan atau diduga ada unsur pidana korupsinya. "Sebenarnya sudah tergambar, tidak ada itikad baik, lalai dan tidak mau memenuhi kewajibannya," sebut Kajati.

Pihak Kejaksaan Riau, kata Mia, meminta kepada APIP, dalam hal ini Inspektorat Provinsi Riau, untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut terlebih dahulu. "Ada ketentuan UU yang memberikan toleransi kepada APIP menyelesaikannya 60 hari, sebelum masuk ke kami," ujar Kajati Riau.

Disebutkan Kajati, pihaknya memberkan waktu dua bulan atau 60 hari kepada APIP untuk dapat menjembatani penyelesaian permasalahan itu.

"Nanti, kalau APIP sudah menyampaikan ke kontraktor sesuai batas waktu dan tidak ada tindak lanjutnya, maka, kita akan langsung mengusutnya. Jadi ini soal waktu saja," tegas Mia Amiati. pr2