Sinmardi Taman, Pejuang Kemerdekaan yang Dijajah
Cari Berita

Advertisement

Sinmardi Taman, Pejuang Kemerdekaan yang Dijajah

Senin, 27 Januari 2020



PARASRIAU.COM - Sinmardi atau Pek Sing Tjong adalah sosok pejuang tangguh, jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak perlu diragukan lagi, 'dadanya' telah penuh dengan bintang jasa.

Pejuang itu telah wafat sejak tiga tahun silam (2017) dalam usia 89 tahun di kediaman Jalan Ir. H. Juanda Pekanbaru, Riau.

Semasa hidupnya, Sinmardi tidak hanya dikenal sebagai seorang pengusaha sukses, namun juga dermawan yang memiliki jiwa sosial tinggi.

Ia juga tercatat sebagai veteran dari etnis Tionghoa yang ikut memperjuangakan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dalam penjajahan bangsa asing.

Sinmardi Taman merupakan sosok pribadi yang tangguh, gigih, ulet dan pantang menyerah.

Dia juga dikenal sebagai pengusaha yang sukses. Dari tangan dinginnya berhasil mendirikan sejumlah perusahaan bisnis.

Pria kelahiran Desa Tanjung Belit (Bengkalis) 12 Juni 1928 ini juga dikenal sebagai sosok yang peduli dalam bidang sosial dan masyarakat.

Pak Alek, begitu dia akrab disapa, adalah putra dari pasangan Pek Tiam Po (alm) dan Tan Kim Huat (almh).

Anak kedua dari lima bersaudara ini menyelesaikan pendidikan di Sekolah Desa pada Tahun 1943 di Desa Lubuk Muda, Bengkalis, tempat kelahirannya.

Masa kecilnya itu dibayang-bayangi penjajahan Jepang yang masuk ke Indonesia.

Anak-anak setempat tidak dibenarkan sekolah dan wajib masuk militer menjadi tentara Hai Ho, termasuk dirinya.

Namun Alek bersama para pemuda waktu itu dengan gigihnya berjuang mengusir penjajahan Jepang.

Kala itu, dia tidak langsung melakukan kontak senjata dengan tentara Jepang. Namun sebagai pedagang yang dipercayakan untuk mencari senjata dari negeri seberang Malaysia dan Singapura.

Alek juga mendapat kepercayaan mempersiapkan perbekalan dan kebutuhan lainnya untuk para pejuang.

Dia banyak membantu dalam penyediaan bahan makanan maupun pasokan senjata dalam mengusir penjajah sampai Indonesia merdeka.

Pangkat terakhir Pek Sing Tjong adalah Anggota Perhubungan NRP dengan jabatan Supply Persenjataan/ Perbekalan Yon II Res IV Div IX, Yon III Sub ter V. Pek Sing Tjong juga merupakan anggota TNI/ KPG (1974-1949).

Atas jasa-jasanya yang sangat besar dalam memperjuangkan dan mempertahankan Indonesia, Sinmardi Taman dianugerahi Bintang Veteran RI oleh Pemerintah Indonesia serta empat penghargaan lainnya.

Anggota Veteran sejak 17 Agustus 1945 ini juga dianugerahi beberapa piagam.

Mulai Dilupakan

Begitu besar jasanya, namun Sinmardi Taman seperti dilupakan oleh negara yang dipertahankan keutuhannya sejak lebih 74 tahun silam.

Negara ini seperti sibuk mementingkan kepentingan asing yang tengah 'menggerogoti' setiap jengkal Bumi Ibu Pertiwi.

Cita-cita Sinmardi Taman untuk menyejahterakan masyarakat lewat pola kerjasama bidang perkebunan kelapa sawit nyaris direnggut oleh kekuasaan yang tumpul sosial.

Keserakahan perusahaan hutan tanam industri (HTI) berlahan mulai menggusur mimpinya dalam membangun kesejahteraan masyarakat di kampung halaman.

Kisah keserakahan raksasa HTI grub APRIL itu berawal dari tuduhan anak perusahaannya yang begitu 'haus' akan penguasaan lahan.

PT Nusa Wana Raya (NWR) melaporkan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) yang merupakan perusahaan milik Sinmardi Taman dibidang perkebunan atas tuduhan membangun kawasan perkebunan tanpa izin.

Setelah PSJ tidak terbukti bersalah dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri Pelalawan, PT NWR kemudian kasasi di Mahkamah Agung.

Para hakim MA kemudian memutuskan bersalah untuk PT PSJ namun dengan putusan yang menurut sejumlah akademisi merupakan putusan yang rancu.

Amar putusan Mahkamah Agung MA Nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 menyebut; Total ada sebanyak 3.323 hektare hamparan sawit yang menjadi target eksekusi.

Putusan itu ditembuskan ke PT NWR, perusahaan tanaman industri jenis akasia.

PSJ disebut melakukan tindak pidana budi daya tanaman perkebunan dengan skala tertentu yang tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). Lantaran itu, perusahaan didenda Rp5 miliar.

"Dalam putusan tidak ada untuk mengosongkan lahan atau eksekusi lapangan. Maka saya berharap hentikan eksekusi dan dipersilahkan gugatan perdata untuk menentukan haknya, jangan dicampur adukan perdata dengan pidana, karena ini sesuatu yang terpisah secara hukum," kata Kuasa Hukum KUD Gondai Bersatu, Asep Ruhiat.

Koperasi Unit Desa (KUD) Gondai Bersatu adalah satu dari beberapa koperasi yang bekerjasama dengan PSJ di Desa Gondai untuk pengembangan perkebunan sawit.

Terdapat lebih 9.000 hektare lahan perkebunan yang dikembangkan PSJ dengan pola kemitraan bersama masyarakat tempatan, termasuk pekangku adat di Gondai sejak tahun 1996 silam.

Namun kerjasama kemitraan itu seketika dirampas perusahaan raksasa lewat 'tangan-tangan' alat pemerintah.

Belasan 'tangan-tangan' besi diturunkan untuk mengobrak-abrik jutaan tanaman sawit yang sedang tumbuh indah, buah yang harusnya bisa dinikmati oleh masayarakat Desa Gondai, Pelalawan, Riau itu.

Negara pun turut serta merampas hingga memupuskan harapan masa depan ribuan keluarga petani perkebunan di desa yang dulu dibangun Sinmardi Taman.

"Pemerintah harus bisa memberikan solusi yang terbaik mempertimbangkan kemaslahatan maayarakat banyak sebahai cara lain untuk dilakukan ketimbang menghabisi pohon sawit yg produktif," kata Asep.

Tidak Sampai Gusur

Pakar hukum perhutanan DR Sadino menilai, jika mengacu kepada surat putusan seharusnya persoalan tersebut bisa diselesaikan pada aspek perizinan, tidak sampai penggusuran.

"Jika itu isi keputusannya, tidak ada sanksi bahwa lahan yang dikelola oleh perusahaan itu disita untuk negara, tapi selesaikan perizinannya, bukan digusur," kata Sadino kepada pers.

Sadino heran, PSJ disebut tidak tertib administrasi, namun justru disebut berada di kawasan hutan. Pihak DLHK kemudian menebangi sawit mereka dan milik petani, sebelum lahan diserahkan ke PT NWR.

"Kalau dikaitkan dengan kawasan hutan, tentu kita bicara lagi aturan-aturan kehutanan. Akan semakin ngawur jadinya nanti," kata Sadino.

Sadino juga mempertanyakan masalah waktu penggugatan. Kebun sawit para petani dan PT PSJ yang sudah berumur belasan tahun, baru sekarang digugat.

"Kenapa itu enggak dari dulu?. Enggak mungkin aparat enggak tahu ada yang menanam kelapa sawit di situ," kata dia.

Terpisah, pakar hukum Samuel Hutasoit, M.H.,C.L.A menyebutkan, kalau persoalan lahan di Pelalawan adalah perdata.

"Ada kekeliruan judex juris di sana. Itu kan sengketa kepemilikan. Mestinya dibawa ke perdata, bukan pidana," kata Samuel.

Sementara itu, akademisi Universitas Riau, Mardiansyah S.Hut.,MSc menyebut eksekusi sarat dengan kejanggalan. Mulai dari kesan pemaksaan penebangan pohon kelapa sawit, hingga penanaman pohon akasia.

"Dalam putusan berisi PT PSJ melakukan tindak pidana membuat kebun tanpa mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP). Lalu didenda Rp5 miliar. Kemudian lahan itu disita oleh Negara melalui Dinas LHK Riau cq PT NWR," kata Mardiansyah.

Dia mempertanyakan kenapa harus ada bunyi Cq PT NWR. Kalau demikian, dia menilai itu merupakan masalah perdata. Maka ini, menjadi pertanyaan apa yang menggugat PSJ ini PT NWR? Kalau iya, kenapa bukan ke PTUN ? Sebab, untuk sengketa lahan adalah perdata.

Jika kemudian tidak ada menggugat dan kasus ini hanya bermula dari laporan Tim Penegakan Hukum (Gakkum), lalu masuk ranah pengadilan, Mardiansyah mengingatkan agar pihak terkait mencari tahu lagi apa deliknya.

"Apakah gara-gara tak punya IUP atau gara-gara di Kawasan Hutan? Kalau tudingannya kawasan hutan, kenapa dalam putusan itu tidak ada disebutkan itu? Dan kalau kasus ini bukan oleh gugatan PT NWR, kenapa harus pakai cq PT NWR? Ini kan semakin aneh," katanya.

Menurutnya, mestinya jika benar PSJ bersalah dan lahannya harus disita, seharusnya kembalikan dulu ke negara. Dengan membuat plang besar di sana. Aset ini disita negara, dilarang masuk. Setelah aset itu kembali, barulah Negara mengatur, mau dikasi ke siapa lahan itu, atau justru akan direstorasi, jadi hutan kembali.

Konflik yang terjadi antara PSJ dengan NWR menjadi gambaran kejam negara di atas negara. Pengorbanan pahlawan demi menyejahterakan masyarakat pun direnggut mereka yang serakah seperti penjajah. ist