Rumah Nawacita Tawarkan Opsi Terbaik Melalui Reforma Agraria atas Konflik Lahan PT PSJ-NWR
Cari Berita

Advertisement

Rumah Nawacita Tawarkan Opsi Terbaik Melalui Reforma Agraria atas Konflik Lahan PT PSJ-NWR

Jumat, 31 Januari 2020

  


PEKANBARU,PARASRIAU.COM - Sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 eksekusi lahan perkebunan kelapa sawit seluas 3.323 hektar di Kecamatan Langgam, Pelalawan, Provinsi Riau tak bisa dihindarkan lagi. Namun, atas dasar kepedulian terhadap masyarakat kecil yang selama ini selalu menjadi korban, perlu adanya solusi cerdas, demi menyelamatkan hajat hidup orang banyak terutama para petani sawit yang terdampak sengketa lahan dan putusan MA tersebut.

Itulah kesimpulan diskusi media yang ditaja Rumah Nawacita, Kamis (30/1) malam yang bertajuk "Momentum Reforma Agraria Pasca-Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/ 2018 di Kabupaten Pelalawan, Riau" di Pekanbaru. 

Diskusi santai yang menghadirkan puluhan wartawan dari berbagai media massa, juga menghadirkan para nara sumber diantaranya, Pakar Hukum Pidana Pidana Universitas Riau Erdiansyah, SH,MH, Perwakilan masyarakat Gondai, Firmansyah serta Founder Rumah Nawacita - Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI), Raya Desmawanto, MSi. 

Terkait polemik lahan tersebut, Raya Desmawanto berharap dan berupaya agar pemerintah bisa memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap izin perusahaan konsesi yang memiliki legalitas sebagaimana sesuai putusan MA.

"Kasus hukum ini tentunya bisa menjadi pintu masuk bagi negara untuk melakukan penataan agraria pada lahan/hutan. Baik yang berada di kawasan hutan atau non kawasan hutan untuk dapat dikelola oleh masyarakat secara tepat sasaran, pasti dan efektif untuk menopang ekonomi masyarakat," ungkap Raya Desmawanto. 

Pemprov Riau pun, kata Raya, sudah membentuk tim khusus Satgas Penertiban Lahan/Hutan Ilegal yang ditetapkan melalui SK Gubernur Riau nomor: 1078/IX/2019 tertanggal 25 September 2019. Dalam hal ini tim tersebut memiliki kewenangan hukum untuk menyelidiki legalitas penguasaan lahan/hutan yang menjadi sengketa antara PT Nusa Wana Raya (NWR) dan PT Peputra Supra Jaya (PSJ). 

"Hasil pemeriksaan Satgas itu tentu nantinya bisa menjadi pintu masuk guna mengarahkan lahan-lahan tersebut sebagai objek reforma agraria. Bisa saja nantinya diselesaikan dengan cara Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) ataupun Perhutanan Sosial (PS). Jadi, dugaan lahan ilegal yang dikuasai PT PSJ seluas 4.500 hektar, di luar lahan yang disengketakan dengan PT NWR nantinya bisa dijadikan objek reforma agraria," jelasnya.

Jika konflik lahan ini berhasil diselesaikan, jelas Raya, nantinya masyarakat terutama para korban konflik di area lahan tersebut akan bisa menjadi subjek penerima program reforma agraria. "Jadi ini bisa menjadi opsi yang bersifat win-win solution bagi masyarakat yang terimbas konflik lahan tersebut. Dan ini yang kita upayakan serta programkan dari Rumah Nawacita sebagai jendela penyelamatan hajat hidup orang banyak," tuturnya berharap.

Pakar Hukum Pidana Pidana Universitas Riau, Erdiansyah, SH, MH dalam paparannya menyatakan, pelaksanaan eksekusi putusan MA Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 dengan objek lahan perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan negara seluas 3.323 hektar di Kecamatan Langgam itu sudah tepat secara hukum. Sebab, sudah berkekuatan hukum tetap (incrah). Jadi, tak seorangpun bisa menghalangi pelaksanaan eksekusi tersebut.

"Bunyi amar putusan MA itu sudah jelas dan mengikat. Pertama, PT PSJ secara sah dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan skala tertentu yang tidak memiliki izin usaha perkebunan (IUP)," ujarnya. 

Kedua, lanjutnya, masih dalam amar putusan MA dinyatakan bahwa "terhadap areal seluas 3.323 hektar yang menjadi barang bukti, dirampas untuk dikembalikan kepada negara melalui Dinas Kehutanan c.q PT Nusa Wana Raya (WNR). 

"Jadi semua pihak menurut saya harus menghormatinya (putusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut). Dan kalaupun ada upaya hukum yang dilakukan (pihak lain), itu tidak menghalangi proses eksekusi terhadap lahan atau objek perkara," tegasnya.

Sementara itu, salah seorang warga asli Desa Gondai, Firman yang hadir dalam diskusi tersebut juga berharap agar sengketa lahan yang terjadi saat ini tetap mengedepankan serta memperjuangkan nasib masyarakat di Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam tersebut.

Meski faktanya, kata Firman, pemilik lahan sawit yang dieksekusi tersebut sebagian besar bukan warga asli Gondai. Namun dirinya tetap berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan baik tanpa mengorbankan nasib masyarakat tanpa solusi apa-apa. 

"Jika nantinya program reformasi agraria seperti yang disampaikan Rumah Nawacita ini dapat terlaksana, saya berharap hasilnya benar-benar bisa memberikan harapan dan solusi terbaik bagi masyarakat tempatan," harap pria yang mengaku lahir dan besar di daerah tersebut. pr2