Rekor MURI GMC Siak Sisakan Berbagai Keluhan
Cari Berita

Advertisement

Rekor MURI GMC Siak Sisakan Berbagai Keluhan

Jumat, 27 Desember 2019



SIAK, PARASRIAU.COM - Momen Festival Gerhana Matahari Cincin (GMC) yang digelar Pemkab Siak memang diakui sebagai salah satu pemecahan rekor MURI Indonesia dari sisi kaca mata berukuran besar untuk melihat gerhana matahari cincin tersebut. Acara ini juga didukung oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang menampilkan stand pameran dan planetarium. 

Panitia GMC juga menggelar lomba fotografi, karya tulis yang berkaitan dengan momen GMC ini. "Kami mengucapkan terima kasih kepada pengunjung, baik lokal maupun luar negeri yang datang ke Kabupaten Siak. Kami mengharapkan, momen GMC selain dapat memperkenalkan Siak di mata dunia, juga memperkenalkan daerah ini ke masyarakat luas," ujar Bupati Siak Alfedri saat memberikan kata sambutan pada acara pembukan Festival Gerhana Matahari Cincin 2019 di Kampung Bunsur, Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak, Kamis (26/12).

Pantauan di lapangan, rangkaian acara GMC 2019 ini diawali dengan sholat gerhana, dilanjut dengan pantauan GMC serta penampilan artis ibukota Nisa Sabian. Kepala LAPAN Tomas Nazaruddin menuturkan, pemantauan GMC di Bunsur teramai yang disaksikan lebih kurang 10 ribu orang jiwa. Selain di Desa Bunsur Kabupaten Siak ini, GMC juga disaksikan masyarakat di berbagai wilayah nusantara. Antara lain di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Aceh dan Jawa Barat serta daerah lainnya.

Namun sisi lain dari kondisi keramaian yang dirasakan masyarakat adalah bahwa pengaturan lalu lintas dan sistem parkir kendaraan di lokasi acara sangat dikeluhkan para pengunjung. Selain tarif parkir yang dinilai kurang wajar mencapai harga Rp 20 hingga Rp 25 ribu rupiah. Pengaturan arus lalu lintas sesuai acara juga sangat ambu radul. Dan ironisnya petugas dari Dinas Perhubungan yang bertugas di lapangan terkesan lepas tangan dan lebih memilih duduk-duduk di tepi jalan ketimbang membantu menertibkan kendaraan baik roda dua dan roda empat yang ingin keluar dari lokasi acara untuk menuju daerah asal mereka.

"Saya sangat kesal dan gerah karena lama sekali menunggu antrian yang sangat panjang saat keluar dari lokasi acara. Ini semua akibat pengaturan lalu lintas yang ambu radul dan hampir semua petugas di lapangan lepas tangan dan tak mampu mengatur kendaraan," ungkap salah seorang pengunjung yang mengaku kepanasan dan gerah saat menunggu antrian keluar dari lokasi parkiran kendaraannya.

Selain itu, kondisi penerangan baik di lokasi acara dan sepanjang jalan menuju desa tempat digelarnya acara juga sangat tidak memadai. Sehingga komentar para pengunjur terfokus pada pembicaraan terkait sangat kurangnya perhatian pemerintah terhadap penerangan lampu jalan.

"Masak iya daerah sekaya Siak tidak mampu membuat penerangan lampu jalan. Di kampung-kampung lain yang daerahnya tidak sebesar ini APBD-nya saja tidak gelap gulita seperti ini. Di sini kayak "kuburan", padahal daerahnya kaya. Gimana orang mau nyaman datang ke sini, jika daerah ini saja pada malam hari gelap gelita seperti ini. Katanya daerah wisata, tapi kok saat malam hari kayak melintas di pesawangan tak ada "palito" penerangan. Ini kan aneh," jetus salah seorang pengunjung yang terheran-heran melihat kondisi Kota Siak pada malam hari.

Bahkan saat pulang menuju Kota Pekanbaru pun, di sepanjang jalan di Kabupaten Siak nyaris tidak ada penerangan lampu jalan. "Bayangkan saja bang, jika mobil atau motor pengendara rusak di jalan, apa tidak ngeri dan merasa takut kita. Kayak terdampar di tengah hutan belantara tanpa ada cahaya lampu jalan," lanjutnya masih penasaran.

Atas dasar kondisi ini, dirinya berharap agar masukan dan saran serta meminta kepada Pemerintah Kabupaten Siak bisa memasang lampu-lampu penerangan di sepanjang jalur masuk dan di semua wilayah Kota Siak. Agar kota ini terlihat lebih hidup dan para pengunjung wisata yang ingin berkunjung ke Siak bisa lebih nyaman. pr2