JAKARTA, PARASRIAU.COM - Rencana Vietnam untuk membatasi ekspor lewat kebijakan non tarif, pajak konsumsi spesial (special consumption tax/ SCT), patut jadi perhatian. Sebab, industri otomotif Indonesia bisa mengalami kendala besar kembali.
Sebelumnya, pasca diterapkan regulasi Decree No. 116/2017/ND-CP (Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import Of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services) di 2018, nilai ekspor otomotif Indonesia turun sebesar 8 persen.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF), ekspor mobil dari Indonesia ke Vietnam hanya mencapai 17.364 unit di 2018 dengan nilai transaksi sebesar 270 juta dolar US (dari 294 juta dolar US).
Duta Besar Indonesia untuk Vietnam Ibnu Hadi menyatakan, tekanan yang dilakukan Vietnam memang patut jadi perhatian. Oleh sebab itu, baiknya pemerintah segera melakukan pertemuan sebelum terlambat.
"Sebenarnya langkah yang dilakukan make sense untuk melindungi dan mendukung industri dalam negeri mereka, karena tidak bisa bersaing dengan mobil dari Indonesia maupun Thailand. Tapi SCT cukup berbahaya, banyak yang complain juga," katanya di Jakarta, belum lama ini.
"SCT belum diberlakukan, tapi menurut saya akan disiapkan. Sebaiknya memang dibuat tim gabungan untuk datang ke Vietnam sebelum kebijakan tersebut terjadi. Saya akan memfasilitasi dan mengatur berbagai pertemuannya," ujar Ibnu lagi.
Terkait potensi dampak adanya SCT, ia melanjutkan, tentu bisa mengganggu ekspor mobil Indonesia ke Vietnam yang saat ini sedang tumbuh kembali. "Hanya saja, jangka pendeknya tidak begitu terasa karena adanya kenaikan ekspor CKD imbas perakitan Xpander di Vietnam (komponen Xpander tetap dari Indonesia)," katanya.
Sedangkan dampak jangka panjangnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan Publik, Raden Pardede, menyatakan, ada potensi produsen otomotif dalam negeri 'kabur'.
"Langkah Vietnam dapat memancing beberapa produsen untuk produksi langsung di sana. Oleh sebab itu, kita harus cepat lakukan analisa dan membuat aksi strategis seperti kebijakan yang merangsang ekosistem investasi," katanya kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu. "Kita sudah kehilangan kesempatan pada saat Samsung memilih Vietnam. Jangan sampai otomotif juga pindah ke sana," ujarnya lagi.
Ibnu mengatakan, saat ini tengah menjalin komunikasi dengan beberapa anggota Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia ( Gaikindo). Ia meminta agar diadakan forum dialog untuk menyamakan suara terkait kebijakan SCT.
"Mungkin dari dialog tersebut, bisa mendapatkan warna dari rencana kebijakan di Vietnam dan jadi bahan untuk mengantisipasi yang lebih baik. Vietnam juga sedang dapat banyak reaksi dari importir maupun eksportir mobil sehingga SCT sedang dirancang kembali secara hati-hati," tutupnya.***
dilansir: kompas.com