Mayoritas Kepala Daerah Tolak Kenaikan Iuran BPJS
Cari Berita

Advertisement

Mayoritas Kepala Daerah Tolak Kenaikan Iuran BPJS

Kamis, 05 September 2019


PADANG, PARASRIAU.COM - Pemkot Sawahlunto terus mengantisipasi rencana pemerintah menaikkan nilai premi BPJS Kesehatan. Bahkan, Wali Kota Sawahlunto, Deri Asta mengatakan, pihaknya akan menyiapkan anggaran buat menanggung beban premi peserta BPJS Kesehatan untuk masyarakat miskin dan kurang mampu yang selama ini ditanggung APBD.

Namun, untuk menyiapkan anggaran ini, Deri menyebut akan terlebih dulu berbicara dengan DPRD Sawahlunto. "Kan dari pemkot, ada beberapa masyarakat yang premi BPJS Kesehatan-nya dibayarkan APBD. Kalau nanti naik, ya kita siapkan anggaran. Nanti kita bicarakan dengan DPRD," kata Deri, Kamis (5/9).

Deri menyebut, berdasarkan catatan Pemko Sawahlunto sampai Oktober 2018 , terdapat 9 ribu peserta BPJS di kota tersebut yang preminya ditanggung APBD. Bagi Deri, jumlah tanggungan terhadap 9.000 peserta BPJS Kesehatan ini tidaklah besar bila dinilai dari segi manfaat buat masyarakat. Karena dengan anggaran tersebut pemkot dapat memfasilitasi masyarakat dalam jaminan kesehatan.

Deri mengatakan, sampai saat ini dirinya belum mendengar pemberitahuan resmi dari pemerintah pusat maupun provinsi terkait rencana kenaikan 100 persen iuran BPJS Kesehatan ini.  Deri juga belum bisa berkesimpulan bagaimana pendapat warganya terkait rencana kenaikan ini. "Secara resmi kita belum dapat informasi. Bagaimana pendapat masyarakat (umum), ya saya juga tidak bisa menanggapi karena harus ada survei pendapat masyarakat dulu," ujar Deri.

Tapi, Deri mengaku, telah lama mengetahui adanya persoalan BPJS Kesehatan yang mengalami kerugian. Deri berharap, pemerintah pusat dalam menemukan jalan keluar persoalan BPJS Kesehatan supaya pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia terjamin.

Pemkab Agam Keberatan Iuran BPJS Kesehatan Naik

Sementara itu, Bupati Kabupaten Agam, Indra Catri keberatan dengan rencana pemerintah pusat untuk menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan. Menurut Indra, pemerintah tidak mengesahkan rencana tersebut karena akan memberatkan beban pemerintah daerah. ''Sebaiknya jangan dulu lah (menaikkan iuran BPJS Kesehatan), berat nanti memungutnya,'' kata Indra melalui pesan singkat, Kamis (5/9).

Indra menyebut memang untuk biaya BPJS kelas III untuk masyarakat miskin atau kelas menengah ke bawah ditanggulangi dengan bantuan dana dari APBD. Bila iuran BPJS Kesehatan ini naik untuk semua kelas yakni kelas I, kelas II termasuk kelas III, menurut Indra akan menambah beban APBD yang ditanggung Pemda. ''Kalau harus disubsidi daerah makin berat lagi beban yang harus ditanggung Pemda,'' ujar Indra.

Seperti diketahui besaran premi bulanan BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelas I dan kelas II diputuskan naik. Selain itu, tarif premi bulanan untuk penerima bantuan iuran (PBI) yang ditanggung pemerintah juga akan dinaikkan.

Wali Kota Bandung: Jangan Naiklah

Wali Kota Bandung, Oded M Danial ikut memberikan tanggapannya atas kebijakan kenaikan tarif BPJS Kesehatan. Oded menyayangkan keputusan yang diambil pemerintah pusat itu. “Wali Kota mah hayangnya tong naik atuh (wali kota inginnya jangan naik lah). Karunya, beurat (kasihan berat),” kata Oded, Kamis (5/9).

Menurut Oded, seharusnya kesehatan menjadi layanan dasar yang harus dipenuhi pemerintah. Karena itu, seharusnya tidak ada kenaikan dari tarif jaminan sosial tersebut. Penolakan ini, kata dia, juga disampaikan oleh serikat pekerja.

Para buruh juga menolak keras naiknya tarif BPJS kesehatan yang dinilai memberatkan. Meski demikian, ia mengatakan kebijakan tersebut merupakan keputusan dari pemerintah pusat.

Pemerintah memiliki maksud dan tujuan tersendiri dengan menaikan tarif BPJS kesehatan untuk kelas 1 dan 2. “Ideal kita mah jangan naik. Tapi ini kebijakan pusat, pusat punya pertimbangan,” ujar Oded.

Ketua DPRD Sementara Kota Bandung, Yudi Cahyadi juga meminta pemerintah mengkaji upang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Permintaan ini berdasarkan serapan aspirasi dari masyarakat.

Yudi mengungkapkan, banyaknya penolakan masyarakat terkait rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Karenanya perlu dipertimbangkan kembali kenaikan iuran karena hal ini tentunya akan membebani jutaan masyarakat ekonomi lemah, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang lesu dan daya beli masyarakat yang semakin menurun. "Jangan karena BPJS Kesehatan defisit, langsung membebankan kembali ke masyarakat dengan menaikan iuran,” kata Yudi dalam siaran persnya.

Menurut Yudi, pemerintah bisa mencari sumber anggaran lain untuk menutupi kondisi itu. Misalnya dengan melakukan realokasi anggaran dengan menambah anggaran subsidi dan mengurangi pos belanja lainnya. Bisa juga ditambah dengan upaya meningkatkan pendapatan dari sektor pajak kelas menengah-atas yang selama ini justru sering mendapatkan insentif pajak atau dengan skema anggaran lainnya.

Yudi cukup prihatin dengan kebijakan anggaran pemerintah pusat yang dengan mudahnya melakukan skema pinjaman utang luar negeri yang besarnya ratusan bahkan ribuan triliun untuk kepentingan infrastruktur yang kemanfaatannya hanya dinikmati sebagian masyarakat kelas menengah-atas.

Sementara untuk mencari anggaran sekitar Rp 39,5 triliun yang menjadi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat kecil yang berjumlah 223,3 Juta jiwa kepesertaan BPJS Kesehatan, pemerintah seolah malas berpikir dan berinovasi mencari sumber anggaran lain. “Saya pikir pemerintah pusat harus meningkatkan sense of crisis (kepekaan) dan sense of responsibility (tanggung jawab) terhadap rakyatnya, sehingga tidak keliru dalam mengambil kebijakan,” ujarnya.

Sebelumnya, Tarif iuran bulanan BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelas I dan II diputuskan naik. Selain itu, iuran bulanan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang iurannya dibayarkan penuh pemerintah, juga naik.

Berdasarkan kesimpulan Rapat Kerja Gabungan Jaminan Kesehatan Nasional di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/9), iuran BPJS Kesehatan yang tidak naik hanya peserta mandiri yang merupakan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) serta Bukan Pekerja (BP) kelas III.

Gubernur Sumbar Harap BPJS Kesehatan Kelas III tak Naik

Pemerintah diminta tidak menaikan iuran BPSJ Kesehatan golongan kelas III untuk masyarakat miskin sebesar Rp 25 ribu per bulan. Sebab, bila kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu diberlakukan, maka hal itu pun akan menaikkan jumlah APBD untuk premi BPJS Kesehatan masyarakat miskin.   

Demikian dikatakan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno. Karena itu, dia berharap, pemerintah pusat tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk masyarakat miskin. Yakni iuran BPJS untuk kelas tiga yang biasanya senilai Rp 25.500 perbulan. 

Kalau ingin menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan, Irwan menilai, cukup bagi masyarakat kelas menengah ke atas yang sanggup membayar secara mandiri seperti kelas satu dan kelas dua. "Kalau kita berharap (BPJS Kesehatan) untuk masyarakat miskin (kelas III) itu jangan naik," kata Irwan di Padang, Kamis (5/9).

Selama ini, kata dia, pemprov menanggung premi BPJS untuk masyarakat miskin yakni untuk kelas tiga dengan dana APBD yang jumlahnya sekitar Rp 38 miliar. Bila Pemerintah Pusat menaikkan semua kelas iuran PBJS Kesehatan, maka pemprov harus meningkatkan jumlah APBD untuk premi BPJS Kesehatan masyarakat miskin atau menengah ke bawah menjadi Rp 50 miliar lebih.

Irwan menyebut, beban yang kurang lebih sama juga akan dirasakan oleh pemerintah kabupaten dan kota. Mereka harus menaikkan APBD untuk menanggung premi BPJS Kesehatan penduduk yang kurang mampu.

Irwan mengaku, masih mengamati perkembangan terkait rencana pemerintah pusat menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan ini. Seandainya pemerintah menaikkan tarif BPJS Kesehatan di semua kelas, mau tak mau pemprov harus menyiapkan tambahan APBD supaya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat menengah ke bawah tetap terjamin. "Sekarang kan belum (naik). Kalau misal naik ya kita harus menambah uang APBD," ujar Irwan.***

dilansir dari berbagai sumber