Profesor Bukan Tujuan, Tapi Pengabdian Keilmuan
Cari Berita

Advertisement

Profesor Bukan Tujuan, Tapi Pengabdian Keilmuan

Selasa, 27 Agustus 2019


JAKARTA, PARASRIAU.COM - Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Surakarta, baru saja menganugerahkan gelar guru besar tidak tetap untuk bidang Ilmu Manajemen Risiko kepada Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso.

Gelar tersebut diberikan sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi atas kontribusi Wimboh dalam mendorong keterlibatan perguruan tinggi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi sektor jasa keuangan.

Usai dikukuhkan sebagai guru besar, pria kelahiran Boyolali itu menyampaikan bahwa sinergisitas antara praktisi dan akademisi sangat diperlukan bukan hanya untuk menjawab tantangan di sektor jasa keuangan, melainkan juga untuk pengabdian keilmuan.

"Dan ini sudah kami lakukan sejak tahun 2000. Kita melakukan penelitian bersama universitas, jadi profesor bukan tujuan utama tapi tujuan utama bagaimana kita bisa menerapkan keilmuan itu dalam menyelesaikan masalah-masalah di industri atau di para praktisi," ujarnya di Auditorium GPH Haryo Mataram UNS.

Dalam pidato pengukuhanya yang berjudul Revolusi Digital: 'New Paradigm' di Bidang Ekonomi dan Keuangan, ia memaparkan tantangan dan peluang yang dihadapi industri keuangan di era digital. Apalagi, kata Wimboh, era tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran tatanan serta landscape hingga memunculkan distrupsi.

Disrupsi di sektor jasa keuangan itu dapat berupa risiko kompetisi dari hadirnya perusahaan-perusahaan fintech lending atau potensi risiko siber yang bisa menyebabkan kerugian operasional dan penurunan reputasi industri jasa keuangan.

Sementara di sisi lain, revolusi digital membuat ilmu ekonomi dan keuangan konvensional menjadi kurang relevan dengan semakin kecilnya asimeteris informasi sehingga dinamika kebijakan dan kondisi pasar dapat dengan cepat ditransmisikan secara global.

"Dibutuhkan pendekatan baru bagi pemerintah dan otoritas keuangan yang lebih dinamis dan kontekstual agar manfaatnya dapat optimal namun risikonya dapat dimitigasi dengan baik," ujarnya.

Adopsi teknologi dalam pendekatan pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan, menurut Wimboh, menjadi suatu keharusan. Oleh karena itu, OJK mendorong diimplementasikannya Regulatory Technology (Regtech) dan Supervisory Technology (SupTech). 

Regtech, tutur Wimboh, diperlukan untuk mendorong kepatuhan industri keuangan termasuk fintech, dalam rangka pemenuhan pelaporan kepada otoritas, manajemen risiko, internal kontrol hingga tata kelola yang baik.

Pemanfaatan teknologi dalam regulasi di sektor jasa keuangan dapat membuat peraturan yang dibuat OJK cepat tersampaikan (nimble), konfigurasinya dapat disesuaikan (configurable), mudah diintegrasikan (easy to integrate), reliable, aman (secure) serta hemat biaya (cost-effective).

Sementara SupTech, dibutuhkan agar pendekatan pengawasan dan pemantauan risiko yang dilakukan OJK lebih transparan, efektif dan efisien dengan berbasis teknologi dan berbasis data. "Dengan SupTech ini nantinya akan meningkatkan efisiensi proses pengawasan melalui penggunaan otomasi dan penyederhanakan alur kerja," tutur Wimboh.

Dengan mendigitalkan data dan menggunakan kekuatan algoritma komputer, terang Wimboh, SupTech juga memungkinkan pengawasan, monitoring risiko serta pelaporan industri jasa keuangan dan fintech yang lebih baik. "Dengan demikian, potensi risiko sistemik dari digitalisasi ekonomi dan keuangan akan dapat dimitigasi," pungkasnya.***

dilansir: detik.com