Kemarau Berkepanjangan, Indonesia Terancam Bencana Kekeringan
Cari Berita

Advertisement

Kemarau Berkepanjangan, Indonesia Terancam Bencana Kekeringan

Sabtu, 24 Agustus 2019


JAKARTA, PARASRIAU.COM - Ratusan warga di perumahan Pesona Serpong, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten tak lagi bisa menjalani aktivitas keseharian mereka dengan tenang. Setiap pagi, mereka dipusingkan dengan ketiadaan air bersih akibat musim kemarau yang membuat sumber air menjadi kering.

"Orang yang kerja, kuliah, sekolah pada enggak mandi, air susah. Bantuan dari pemerintah buat yang pokok-pokok saja dulu," ucap Minar (44), warga Perumahan Pesona Serpong, Jumat (23/8).

Saat ini, warga hanya bisa mengandalkan bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tangsel melalui PDAM Kabupaten Tangerang yang menyalurkan bantuan air bersih berupa dua mobil tangki berisi 4.000 liter air untuk masyarakat sekitar perumahan Pesona Serpong di pagi dan sore hari.

Jika melihat prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), maka warga Perumahan Pesona Serpong mungkin masih akan lama untuk bisa ke kehidupan normal. Alasannya, musim kemarau dan bencana kekeringan tahun ini akan berlangsung lama, melebihi tahun-tahun sebelumnya.

Karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) jauh-jauh hari sudah memetakan wilayah yang terparah mengalami kekeringan akibat pengaruh El Nino ini. BNPB menyebut, wilayah Pulau Jawa akan mengalami kekeringan yang paling parah.

"Wilayah yang cukup serius mengalami kemarau itu ada di wilayah Jawa, meliputi empat provinsi, yakni Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Selain itu juga ada di Bali dan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur," jelas Kepala Bidang Humas BNPB Rita Rosita, Jumat (23/8).

Di seluruh lokasi terparah itu, lanjut dia, BNPB siap memberikan bantuan, khususnya mendistribusikan air bersih bagi warga yang membutuhkan. Namun, BNPB tidak serta merta bisa turun ke lapangan, karena harus berdasarkan adanya permintaan.

"Permintaan dari wilayah yang mengalami kekeringan itu dilakukan melalui surat kepada BPBD bersangkutan. Apabila nanti BPBD sudah menerima, mereka akan melakukan pendistribusian air. Itu juga tidak bisa bekerja sendiri, harus bekerja sama dengan Dinas PDAM dan juga dengan Dinas PU yang memiliki mobil-mobil tanki, sehingga air itu bisa didistribusikan ke lokasi terdampak," papar Rita.

Langkah lain yang dilakukan BNPB menghadapi kekeringan ini antara lain dengan menyiapkan tempat penampungan air.

"Ini salah satu antisipasi, termasuk juga membuat sumur bor. Pompa semakin banyak dibuat untuk mengantisipasi. Ini sebagai antisipasi, kalau nantinya kekeringan semakin parah maka air di tempat-tempat itu bisa dimanfaatkan seefisien mungkin. Jangan boros-boros menggunakannya," ujar Rita.

Intinya, lanjut dia, untuk menanggulangi kekeringan ini harus ada koordinasi antara BPBD dengan instansi lain serta masyarakat. Jika dengan instansi lain atau pemerintah daerah BPBD punya koordinasi yang jelas dalam hal distribusi air, peran masyarakat juga tak kalah penting.

"Masyarakat itu harus lebih kooperatif dan informatif, jangan diam. Kemudian, mereka harus bisa efisien dalam pemanfaatan air bersih, karena kemarau tahun ini akan berlangsung lama dan titik puncaknya nanti di bulan September," jelas Rita.

Kendati demikian, tak ada jaminan bahwa semua itu bisa membuat kebutuhan masyarakat akan air bersih di musim kemarau panjang bisa terpenuhi. Karena itu, BNPB menyiapkan strategi lainnya. "Jika tidak ada lagi air, maka solusi terakhirnya yaitu dengan membuat teknologi modifikasi cuaca (TMC) supaya hujannya turun," Rita menandaskan.

Indonesia tengah menghadapi ancaman kemarau hingga akhir tahun mendatang. Tak terkecuali dengan ibu kota, kekeringan sudah mulai dirasakan warga sejak dua bulan terakhir. Karena itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merasa ketar-ketir dengan kondisi ini.

"Siapa pun sudah harus menghemat penggunaan air. Apa pun kegiatan kita, sebisa mungkin hemat air," tegas Anies di Polda Metro Jaya, Jumat (23/8).

Dia mengatakan, saat ini pihaknya sedang menyiapkan Instruksi Gubernur (Ingub) yang akan dialamatkan kepada Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta. Ingub itu terkait penggunaan sumber daya ekstra agar dinas tersebut punya dasar hukum melakukan kegiatan ekstra.

"Kita punya peta, mana wilayah yang sering banjir, mana wilayah yang sering kekurangan air. Di tempat itu dilakukan langkah ekstra, maka harus memiliki dasar hukum dan dasar hukum itulah yang dibuat melalui instruksi gubernur. Ini sedang dilengkapi dan nanti keluar Ingub-nya," jelas Anies.

Jakarta memang layak waspada, lantaran sejumlah wilayahnya diprediksi akan mengalami kekeringan yang ekstrem. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini. Menurut dia, kawasan itu umumnya berada di kawasan pesisir Jakarta.

Sementara ini yang sudah terdeteksi itu di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan laut, yaitu di Jakarta Utara, Jakarta Barat. "Udah mulai deh di sana tuh, kalau di Jakarta Utara terutama daerah Cilincing. Kalau di Barat itu Cengkareng, sekitar situlah," jelas Juaini, Jumat (23/8).

Sementara di Kepulauan Seribu, dia mengaku pihaknya sudah membangun sejumlah infrastruktur bagi keperluan air bersih, seperti di Pulau Pandan dan Pulau Pramuka. Yang jelas, lanjutnya, sesuai prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kemarau tahun ini lebih panjang dari tahun lalu.

"Mungkin agak lebih panjanglah waktunya. Karena itu kita kerja sama dengan PD PAM Jaya. Nanti kita siapkan depo-depo air bersih di lokasi yang sangat parah lokasinya, yang benar-benar kering," ujar Juaini.

Sementara, ketika ditanyakan apa yang harus dilakukan warga Jakarta menghadapi kekeringan yang panjang ini, dia mengatakan arahan sudah diberikan oleh Gubernur Anies Baswedan untuk menghemat penggunaan air.

"Yang kedua, antisipasi soal kebakaran. Nah kita kan musim panas nih, kalau udah kena sedikit itu sudah bisa jadi penyebab kebakaran. Apalagi di lokasi-lokasi yang misalnya ada sungai tapi airnya mulai kering, kan jadi mengganggu kalau nanti pihak pemadam kebakaran mengambil air buat memadamkan api," jelas Juaini.

Dia mengatakan, Jakarta memang rawan dengan musibah kebakaran. Apalagi di musim kemarau, ancamannya lebih tinggi. Khususnya di kawasan yang padat penduduk dan kumuh.

"Cuma, memang agak susah penanggulangannya karena ketika petugas pemadam kebakaran masuk kan daerah padat, mobil nggak masuk kan. Jadi, untuk mempercepat proses pemadaman apinya jadi agak susah dibandingin di lokasi-lokasi yang emang udah teratur, mobil bisa masuk gitu," Juaini memungkasi.***

dilansir: liputan6.com