PEKANBARU, PARASRIAU.COM - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia menyusun kesepakatan dalam kerjasama memberikan pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesejahteraan bagi para pekerja.
Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Penandatanganan Kerja Sama (PKS) yang digelar di Provinsi Riau, Kamis (30/5) di Hotel Grand Zuri, Pekanbaru.
Dikatakan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Reproduksi Kesehatan BKKBN RI Wahidin M.Kes bahwa kerjasama ini sebagai bentuk kesepakatan dengan digelarnya pelayanan KB serentak di 29 perusahaan dengan target sebanyak 5.657 akseptor.
“Jumlah ini tentunya sangat luar biasa, karena dalam menyepakati kegiatan ini tidak ada menggunakan rapat panjang, namun bisa menjaring hampir 6.000 akseptor dalam kegiatan layanan KB serentak,” ujar Wahidin.
Dijelaskannya, ada indikator besar yang jadi ukuran program KB berhasil atau tidak. Dilihat dari sejarahnya, program KB mulai diadopsi di Indonesia sejak tahun 1970. Artinya sudah berlangsung selama 54 tahun. Salah satu indikator yang mudah diingat, waktu itu rata-rata perempuan melahirkan anak 5-6 orang.
Sementara Angka Kelahiran Total atau TFR sekarang, rata-rata berkurang menjadi tiga anak per keluarga. Jika merujuk pada formulir panjang SP2020, TFR Indonesia ada di angka 2,18. Inilah yang menurut Wahidin menjadi bukti keberhasilan program KB di Indonesia.
Hal lain yang jadi catatan yaitu Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Dimana, penduduk usia 15-64 tahun yang tergolong produktif lebih banyak. Semua ini tidak terjadi di semua negara. Oleh karena itu, jika dioptimalkan, Indonesia akan kebanjiran manfaatnya.
Di masa bonus demografi, maka tenaga kerja produktif akan berlimpah. Termasuk tenaga kerja perempuan. Namun, hal ini bisa berdampak positif jika tenaga kerja yang kompeten dan lapangan pekerjaan tersedia. Kompetensi dan produktifitas tenaga kerja dianggap penting.
Hal ini perlu menjadi perhatian pengusaha dan serikat pekerja. Semua pihak harus duduk bersama untuk membicarakan banyak hal. Termasuk BKKBN yang perlu bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan terkait pengadaan fasilitas layanan KB.
Dengan pekerja perempuan mengikuti program KB, jumlah anak bisa diatur. Jika jumlah anak para pekerja belum bisa diatur dan pendapatannya terbatas, maka hal ini akan mempengaruhi terpenuhinya kebutuhan asupan makanan dan gizi si anak.
Untuk itu, Wahidin mendorong perusahaan yang mempunyai klinik untuk berpartisipasi melakukan program KB. BKKBN menambahkan, bersedia menyediakan perangkat KB yang dibutuhkan oleh klinik perusahaan.
Sementara itu, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dra Indah Anggoro Putri M.Bus menilai penyimpangan KB sangat penting bagi pekerja, perusahaan dan negara.
Menurut dia, saat ini memang tidak dipaksa pekerja punya anak dua. Namun, hal yang paling ditekankan adalah memiliki keluarga yang direncanakan. Termasuk dalam memiliki anak.
Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan pekerja yang sehat, memastikan asupan gizi pekerja dan anak yang dikandungnya, mencegah stunting pada anak pekerja, menciptakan pekerja yang memiliki fisik yang baik, kesehatan mental yang baik dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, dia menilai kerjasama BKKBN dengan Kemenaker sangat baik. Bahkan Kemenaker sudah memulai gerakan program KB pada pekerja. Diantaranya di Jambi dan Kota Kudus.
"Terakhir di bulan Mei dilakukan di Pekanbaru. Namun, ini bukan rangkaian terakhir. Karena upaya memasifkan program KB akan terus dilakukan," paparnya.
Kemenaker, ungkapnya, memiliki hubungan baik dengan pimpinan dinas tenaga kerja di setiap daerah. Termasuk dalam serikat pekerja. Karena gratis, tentu diharap para pekerja menyambut baik program ini.
Karena jika pekerja sehat, mereka tentu bisa bekerja dengan produktif. Jika produktif, tentu pendapatan meningkat dan berdampak pada keuntungan perusahaan. “Jadi ini seperti lingkaran malaikat yang baik,” tuturnya.
Program KB ini juga diharapkan tidak hanya menyasar pekerja perempuan tapi juga laki-laki. Oleh karena itu, pendidikan pada pekerja laki-laki juga diperlukan agar mereka teredukasi memperlakukan istrinya yang tengah hamil.
Ditambahkannya, dokumen Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani saat ini merupakan wujud keseriusan kerjasama antara Kemenaker dengan BKKBN.
Dia berharap, ke depan ada tempat penitipan anak di pabrik, perkebunan dan sebagainya. Sehingga hal ini menampik tudingan yang sering digaungkan lembaga internasional bahwa ada banyak perusahaan di Indonesia yang mempekerjakan pekerja anak.
Sementara Pj Gubernur Riau yang diwakili Kepala Dinas BP3AP2KB Riau, Hj Fariza Sah MH menyampaikan, penyediaan fasilitas kesejahteraan pada pekerja dan buruh seperti tempat penitipan anak, kantin, fasilitas kesehatan, wajib diperhatikan. Sehingga terselenggaranya kesejahteraan pekerja sesuai dengan undang-undang.
“Salah satu jenis fasilitas yang mendukung pemeliharaan kerja adalah layanan KB. Sehingga akses pelayanan KB di perusahaan dapat mendukung terciptanya keluarga yang berkualitas,” tutupnya. (nie)