Kisruh Bankeu Pemprov Rp8,3 M, FITRA: Pemprov Riau Harus Jelaskan Penggunaan Dana kepada Lurah Secara Rinci
Cari Berita

Advertisement

Kisruh Bankeu Pemprov Rp8,3 M, FITRA: Pemprov Riau Harus Jelaskan Penggunaan Dana kepada Lurah Secara Rinci

Minggu, 12 Juli 2020


PEKANBARU, PARASRIAU.COM - Akibat penolakan sejumlah Ketua RW di Pekanbaru terhadap Bantuan Keuangan (Bankeu) dari Pemprov Riau senilai Rp8,3 miliar untuk 83 kelurahan berujung pada pencopotan Ketua RW dan RT di Kelurahan Padang Terubuk Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru.

Menyikapi permasalahan ini, LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau meminta kepada Pemprov Riau selaku pihak yang memberikan dana itu kepada Pemko Pekanbaru yang dananya langsung ditransfer ke rekening 83 kelurahan menjelaskan penggunaan anggaran tersebut kepada seluruh lurah secara rinci.

"Bankeu ini tak hanya diberikan kepada lurah-lurah di Kota Pekanbaru saja. Kelurahan-kelurahan di daerah lainnya seperti di Kota Dumai juga dialokasikan bantuan itu. Pemberian bantuan pasti disertai dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub). Sampai saat ini kami belum tahu seperti apa Pergubnya. Yang pasti, yang namanya bantuan khusus, sudah ada penjelasan tentang ditail penggunaannya untuk apa saja dalam Pergub tersebut," tegas Ketua LSM FITRA, Triono Hadi via selulernya, Sabtu (12/7).

Dijelaskan Triono, Pemprov Riau juga harus menjelaskan kepada masyarakat, kapan bantuan itu ditransfer ke rekening kelurahan. "Meskipun itu sudah lama direncanakan oleh Gubernur untuk membantu kelurahan, tapi kita tidak tahu kapan uang itu ditransfer. Bisa jadi memang baru ditransfer oleh Pemprov ke masing-masing kelurahan yang ada di Kota Pekanbaru ini," tanyanya.

Tujuan kenapa Pemprov harus menjelaskan peruntukan dan penggunaan Bankeu ini, lanjutnya, agar masing-masing lurah tidak serta merta keliru dalam menggunakan anggaran tersebut.

"Karena pasti sudah jelas ketentuannya dalam aturan yang memberikan bantuan. Untuk apa saja kegunaannya dan seterusnya. Hanya saja, kelirunya lurah tidak mau terbuka dan transparan serta menjelaskan kepada warga soal mekanisme kegunaan yang diatur oleh pemberi bantuan. Termasuk juga, kenapa anggaran itu kok baru direalisasikan sekarang yang katanya untuk penanggulangan covid-19. Sementara sekarang sudah new normal," ujarnya.

Ditambahkan Triono, justru kalau lurah merencanakan kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh pemberi bantuan, malah lurahnya keliru dan berkonsekuensi hukum.

"Pejabat pemberi bantuan (provinsi) dan pejabat penerima bantuan (pemko), justru harus sama-sama terbuka. Sehingga informasi simetris antara pemerintah dan masyarakat," pintanya.

Untuk itu, dirinya menyarankan kepada warga masyarakat, terutama kalangan perangkat RT dan RW melakukan beberapa hal:

1. Akses informasinya kepada pihak kelurahan secara resmi melalui surat dan lainnya.

2. Adukan ke atasannya (Walikota) jika Lurah bersangkutan tidak mau memberikan informasi penggunaan anggaran Rp 100 juta itu secara detail, jelas dan transparan.

3. Adukan kepada Gubenur sebagai pemberi bantuan, agar pertanggungjawabannya tidak bisa diterima.

4. Jika si Lurah tidak mau memberikan informasi, sengketakan secara cepat ke Komisi Informasi.

5. Jika dalam informasi terdapat manipuliasi dan lainnya, adukan ke Kejaksaan, kepolisian dan institusi hukum lainnya untuk ditindaklanjuti.

6. Minta dan desak Walikota untuk mencopot lurah yang tidak mau transparan dan terbuka dengan anggaran Rp 100 juta tersebut.

"Itulah langkah-langkah untuk mendapatkan kejelasan informasi-informasi di atas. Sehingga permasalahnnya terang-bendrang. Dimana letak kelirunya. Apakah lurah yang keliru atau pemberi bantuan atau warganya. Satu lagi, untuk kejelasan mengenai penggunaan anggaran, warga harus mengakses dokumen petunjuk teknis penggunaan bantuan tersebut kepada Gubernur," harapnya. pr2