Jilbab yang Menyatukan, Jilbab yang Mendamaikan
Cari Berita

Advertisement

Jilbab yang Menyatukan, Jilbab yang Mendamaikan

Kamis, 06 Februari 2020



PARASRIAU.COM - Isu tentang jilbab seperti air laut, kadang pasangnya naik kadang pasang surut. Baru beberapa waktu yang lalu isu cadar menjadi perbincangan hangat sampai ILC pun ikut mengangkat isu ini, kemudian mereda, sekarang muncul lagi.

Jika pada masa ulama Salaf perbedaan pendapat berkisar pada masalah-masalah parsial, sekarang ini perbedaan itu meruncing dari ujung paling timur ke ujung paling barat. Dari yang mewajibkan cadar sampai yang membolehkan rok pendek. Semua mengaku berpedoman pada Al-Quran.


Kelompok bercadar memandang kelompok rok pendek sebagai pendosa. Sementara itu, kelompok rok pendek memandang kelompok bercadar sebagai pemegang kunci surga. Ketegangan ini mudah tersulut disebabkan hal-hal sepele.

Al-Quran tidak sama dengan buku-buku karangan manusia. Al-Quran adalah kitab suci yang bersumber dari wahyu Ilahi. Untuk bisa memahami pesan yang terkandung di dalamnya, membacanya harus dilandasi keimanan.


Al-Quran adalah juga kitab hidayah, kitab petunjuk yang membawa pemeluknya hidup dalam kedamaian. Kedamaian hati dan kedamaian saat berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk sampai pada tujuan tersebut, Al-Quran harus dibaca dalam kerangka karakteristik Islam itu sendiri.

Diantara karakteristik ajaran Islam adalah muruunah atau fleksibel dan wasathiyah (seimbang, pertengahan atau moderat). Semakin mendekat kepada wasathy semakin tercipta kedamaian.

Pertama: Muruunah atau fleksibel.
Fleksibelitas ajaran Islam memungkinkan jilbab dipakai dalam berbagai bentuk. Bisa berupa selembar kain yang menutup dari kepala sampai ke kaki. Bisa berbentuk dua potong pakaian. Satu potong dari kepala sampai lutut dan sepotong lainnya dari pinggang sampai kaki. Bisa juga yang sekarang popular dengan sebutan 3 in 1 yaitu tiga potong yang terdiri dari rok/celana, blus/atasan serta kerudung dan lain sebagainya.

Ibarat karet, pemakaian jilbab dapat ditarik dan dibentuk sesuai benda yang akan diikat. Jika benda yang akan diikat melebihi kapasitas, maka karet akan putus. Artinya jangan sampai pemakaian jilbab membuat orang sulit beraktifitas. Jika yang akan diikat terlalu kecil, maka karet tersebut akan lepas. Artinya jilbab minimalis tidak sesuai standar tuntunan agama.

Kedua: Wasathy atau moderat.
Wasath dalam bahasa Arab artinya tengah. Wasathy adalah sesuatu yang berada di pertengahan. Secara hakiki, sebuah benda yang bentuknya panjang, maka wasath-nya adalah titik tengah antara kedua ujung. Jika bentuknya bulat maka wasath-nya adalah titik tengah antara garis lingkar. Secara maknawi, wasathy adalah seimbang, serasi dan harmonis.

Dua atau beberapa pandangan yang berbeda dikatakan wasathy jika sampai kepada titik temu yang dapat menciptakan keharmonisan. Semakin mendekat kepada wasathy semakin tercipta kedamaian. Karena itulah Islam menegaskan bahwa kalian wahai umat Islam adalah umat moderat, umat yang diharapkan menjadi contoh dalam keseimbangan, keserasian dan keharmonisan. وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang moderat agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. (Al-Quran: 2/143).

Sulit untuk mengatakan bahwa memakai jilbab itu tidak wajib. Dalam surat An-Nur ayat 60 disebutkan: وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ ۖوَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ ۗوَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Perempuan lanjut usia yang sudah tidak punya hasrat seksual lagi jika tidak memakai jilbab, mereka tidak berdosa. Artinya yang masih punya hasrat seksual kemudian tidak memakai jilbab, maka dia berdosa. Dalam kaedah hukum Islam, suatu perbuatan yang berpahala jika dikerjakan dan berdosa jika ditinggalkan, disebut wajib. Dengan kata lain memakai jilbab berpahala sedangkan tidak memakainya berdosa. Artinya memakai jilbab itu hukumnya wajib.

Allah SWT yang maha rahman dan maha rahim ingin mensucikanmu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu: مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Al-Quran: 5/6).

Jilbab wasathy bukan yang panjangnya sampai dibawah lutut tapi pemakainya menyembunyikan barang curian dari toko. Bukan pula pakaian yang memperlihatkan bagian-bagian aurat agar pemakainya diterima oleh kalangan tertentu. Jilbab wasathy adalah jilbab yang dapat menyatukan timur dan barat dalam kedamaian. Lebih dari itu jilbab wasathy seharusnya bisa menyatukan antara hati, fikiran dan prilaku pemakainya.

Berjilbablah wahai akhawat agar Allah SWT dapat menyempurnakan nikmat-Nya bagimu. (**)

Jeddah, 1 Februari 2020.

Penulis : Dr. Elly Warti Maliki, MA ( Alumni Universitas Al-Azhar Kairo Mesir yang juga Pemilik sekaligus pengelola Indonesian Islamic Internasional School di Kota Jeddah-Saudi Arabia.